Tradisi Bakar Tongkang di Batam Seperti Hidden Gem Wisata

TERASBATAM.ID: Ratusan warga etnis Tionghoa asal Bagansiapiapi yang telah lama berdomisili di Batam menggelar ritual Bakar Tongkang, Jumat (15/07/2022) di Klenteng Cetya Upho Sakadarma, Kompleks Ruko Pantai Permata, Baloi, Batam, Kepulauan Riau. Tradisi Bakar Tongkang ini seperti potensi pariwisata yang masih hidden gem atau permata yang tersembunyi untuk kota wisata seperti Batam.

Ritual Bakar Tongkang di Batam kali ini sudah dilakukan sebanyak 23 kali, atau 23 tahun, hanya dua tahun terakhir yaitu 2020 dan 2021 ritual tersebut tidak dilaksanakan karena pandemic Covid-19.

Ketua Panitia Pelaksana  Rusdi kepada www.terasbatam.id mengatakan, ritual bakar Tongkang dilakukan memiliki latar belakang yang Panjang, yaitu dari ungkapan rasa syukur etnis Tionghoa yang merantau dari Fujian, Tiongkok ke Bagansiapiapi yang sekarang merupakan ibukota dari Rokan Hilir, Riau.

“Pada tahun 1820 nenek moyang kami yang berasal dari Fujian merantau dengan kapal tongkang menuju Bagansiapiapi. Mereka merantau karena disana (Fujian) hidupnya miskin, setelah di Bagansiapiapi hidup mereka sukses,” kata Rusdi.

Menurut Rusdi, ritual Bakar Tongkang sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan atas nikmat dan dan kemudahan dalam mencari nafkah.

“Inti dari ritual ini kita berterima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena telah memberikan kita rezeki, kemudahan untuk cari nafkah. Itu memang sudah kepercayaan kita, biasanya doa-doa kita dikabulkan,” katanya.

Setelah menempuh perjalanan jauh dan hidup di Bagansiapiapi, kehidupan etnis Tionghoa dari Fujian itu sukses besar dengan usaha perikanan, bahkan kota Bagan pernah dikenal sebagai kota penghasil ikan terbesar di Indonesia.

“Setelah sampai di Bagan-siapiapi, ternyata di sana mereka punya hasil ikan yang melimpah ruah. Sampai Bagan-siapiapi ini terkenal dengan pengekspor ikan nomor 1 di Indonesia,” ujar Rusdi.

Hal tersebut membuat etnis Tionghoa pada saat itu memilih untuk tidak kembali pulang ke negara asal dan akhirnya membakar perahu tongkang yang membawa mereka sampai di Bagan-siapiapi.

“Jadi mereka dari Tiongkok menuju ke Bagan-siapiapi mereka membawa dewa Kie Hu Ong Ya. Menurut kepercayaan etnis Tionghoa, dewa ini membantu mereka. Jadi begitu mereka sudah tiba Bagan-siapiapi tidak ada niatan pulang, makanya tongkang-nya dibakar,” ujar dia.

Dalam proses pembuatan perahu tongkang tersebut, Rusdi mengatakan membutuhkan waktu 3 bulan dengan biaya mencapai Rp100 juta.

Dana tersebut berasal dari uang yang dikumpulkan oleh umat Tionghoa di Klenteng Cetya Upho Sakadarma, Kota Batam.

Dalam kegiatan ini juga dilaksanakan pembagian sembako bagi masyarakat kurang mampu disekitar lokasi acara.

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Batam Hendra Asman mengatakan, bahwa acara bakar tongkang yang dilakukan warga Bagansiapiapi di Batam ini merupakan potensi wisata jika dikelola dengan baik oleh pemerintah daerah.

“Saya beritahu ketua saya pak Yunus Muda ada Bakar Tongkang, dia terkejut dan melihat kesini. Ini saya lihat sebagai potensi, media harus banyak mempublikasikan ini,” kata Hendra.

Ditengah minimnya sajian wisata budaya, tradisi bakar tongkar yang digelar masyarakat Bagan di Batam dapat menjadi agenda local. Walaupun secara nasional tradisi Bakar Tongkang di Bagansiapiapi telah menjadi agenda pariwisata nasional yang didukung oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.