TERASBATAM.ID: KPK masih melakukan penyidikan terkait kasus gratifikasi yang menjerat mantan Kepala Bea Cukai Makassar Andhi Pramono. Hari ini tim penyidik menggeledah rumah Andhi di perumahan super mewah di Grand Summit, kompleks Lapangan Golf Southlink, Batam.
“Hari ini Tim Penyidik KPK melaksanakan tindakan penggeledahan di wilayah Kota Batam dalam rangka pengumpulan alat bukti,” kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Selasa (6/6/2023).
“Lokasi dimaksud adalah rumah yang diduga milik pihak yang ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara ini,” tambahnya.
Rumah Andhi Pramono yang digeledah disebut merupakan kawasan perumahan mewah. Ali mengatakan penggeledahan saat ini masih berlangsung
“Rumah dimaksud berada di salah satu kompleks perumahan mewah Jl.Everest di wilayah Sekupang Batam. Kegiatan saat ini sedang berlangsung dan updatenya segera akan kami sampaikan kembali,” katanya.
Andhi Pramono sendiri sebelumnya lama bertugas di wilayah Kepulauan Riau, di Kantor Wilayah Bea Cukai Provinsi Kepri yang berada di Karimun sejumlah posisi penting di bagian penindakan pernah didudukinya.
Perumahan super mewah Grand Summit berada di Kompleks Lapangan Golf Southlink Batam, saat lanching pertama kali rumah dengan lahan terbatas disana dibandrol sekitar Rp 3 Miliar.
Kasus Gratifikasi Andhi Pramono
Andhi Pramono telah ditetapkan sebagai tersangka penerima gratifikasi. KPK menyebut dugaan gratifikasi yang dilakukan Andhi terkait proses ekspor dan impor.
“Bea cukai kan memang salah satunya ada di situ ya, kan namanya bidang tugasnya. Jadi di ekspor, impor, kemudian ada bea yang dipungut atas ekspor dan impor itu. Ya di situlah kekeliruan-kekeliruan itu terjadi,” kata Plt Deputi Penindakan KPK Asep Guntur di KPK, Jakarta Selatan, Selasa (16/5).
Asep mengatakan potensi gratifikasi itu erat kaitannya dengan penyelewengan mekanisme biaya yang diambil dari ekspos dan impor. Dia menyebut tim penyidik saat ini menelusuri gratifikasi Andhi Pramono dengan memanggil perwakilan perusahaan yang melakukan ekspor dan impor di bawah pengawasan Andhi Pramono.
“Sehingga kita perlu mencari dengan memanggil perusahaan-perusahaan itu yang ekspor impor itu. Jadi mana yang misalkan beanya ternyata yang harusnya 10, kemudian dengan berbagai macam cara ternyata beanya bisa menjadi 5 atau menjadi 4 gitu. Di situ modus operandinya,” tutur Asep.