TERASBATAM.id: Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memulai penyelidikan atas dugaan persekongkolan tender dalam pemilihan mitra kerja sama pembangunan Terminal Ferry International Batam Centre oleh PT. Metro Nusantara Bahari (PT. MNB). Penyelidikan ini didasarkan pada temuan indikasi kuat adanya dugaan persekongkolan, baik vertikal maupun horizontal, dalam proses tender yang dilaksanakan oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam.
Anggota KPPU Moh. Noor Rofieq dalam pernyataan tertulis, Kamis (26/09/2024) mengatakan, KPPU menemukan beberapa fakta yang memperkuat dugaan tersebut, seperti persyaratan kualifikasi yang membatasi, dokumen tender yang tidak lengkap, nilai pengerjaan yang terlalu tinggi, serta perilaku diskriminatif.
Sebelumnya, BP Batam telah melaksanakan tender pemilihan mitra kerja sama ini sejak April 2024. Tender sempat diulang pada tahap prakualifikasi, dan PT. MNB akhirnya ditetapkan sebagai pemenang pada Juli 2024.
KPPU menerima laporan adanya dugaan persekongkolan selama proses tender berlangsung. Setelah melakukan penyelidikan awal, KPPU menemukan bukti permulaan yang cukup untuk meningkatkan status kasus ke tahap penyelidikan.
Sebelumnya Executive Director PT Sinergy Tharada, Management Pengelolah Pelabuhan Internasional Batam Centre, Suryo Prabowo menyebutkan, pihaknya mendapatkan konsesi pengelolahan Pelabuhan Batam Centre selama 22 tahun yang dimulai pada tahun 2002. Kontrak kerjasama berakhir pada 1 Agustus 2024, namun PT Sinergy Tharada menilai bahwa Covid-19 yang ditetapkan sebagai bencana nasional menyebabkan pelabuhan tersebut berhenti beroperasi secara komersil selama dua tahun, sehingga pihaknya meminta kepada BP Batam untuk memperpanjang masa konsesi hingga 2027.
“Permintaan kami diabaikan, padahal dasar perpanjangan jelas karena memang selama Covid-19 kami berhenti beroperasi secara komersil, tetapi penugasan untuk membantu perlintasan antara negara di masa pandemic,” kata Suryo.
Menurut Suryo, pihaknya telah menunjuk penasehat hukum untuk menggugat BP Batam ke Pengadilan Negeri Batam serta Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) di Jakarta atas kebijakan tersebut.
Sementara proses pengambilalihan pelabuhan, menurut Suryo belum memiliki kerangka kerja yang jelas, namun dirinya mendengar bahwa seluruh tenant di Kawasan Pelabuhan Internasional tersibuk di Batam sudah didekati oleh BP Batam untuk kelanjutan pada 1 Agustus, dimana masa konsesi dengan pihaknya resmi berakhir. Proses pendekatan dilakukan jauh hari sebelum perusahaanya meninggalkan pelabuhan tersebut.
“Izin pelabuhan termasuk komunikasi perlintasan ada pada kami, ini tidak berakhir, sehingga jika dioperasikan tanpa kami itu illegal, IMO tentu juga tidak akan mau melayaninya,” kata Suryo.
Menurut Suryo, pelabuhan Batam Centre selama konsesi kerjasama telah menyetor revenue sebesar Rp 360 Miliar kepada BP Batam. Nilai tersebut sudah melebihi dari target yang dirancang sebelumnya. Pelabuhan ini melayani sedikitnya 5.000 orang berangkat ke Singapura dan Malaysia setiap harinya, bahkan pada peak season bisa menembus hingga 20.000 orang.
“Kami berharap situasi tetap kondusif saja, karena kami juga mempertahankan hak kami dan tidak ingin membuat resah situasi perlintasan antara regional,” kata Suryo.
Pelabuhan Batam Centre merupakan pelabuhan internasional tersibuk dari 5 Pelabuhan Internasional lainnya di Batam. Melayani hingga 70 jadwal keberangkatan ke Singapura dan Malaysia setiap harinya, dan didominasi ke Singapura. Pelabuhan ini terhubungan dengan 2 pelabuhan ke Singapura serta 3 pelabuhan di Johor Bahru, Malaysia.