Terasbatam.id: Jika rindu yang memuncak namun tidak dapat dituntaskan, ada baiknya mencoba untuk menjejakkan kaki di Pulau Belakang Padang, Batam, Kepulauan Riau, pulau yang dijuluki sebagai pulau penawar rindu.
Jauh sebelum Pulau Batam dikembangkan sebagai kota industry, Pulau Belakang Padang telah lebih dulu menyandang sebagai ibukota Kecamatan yang membawahi pulau Batam.
Pulau Belakang Padang mencakup 108 Pulau yang terdiri dari 43 pulau berpenghuni dan 65 pulau tidak berpenghuni. Pulau Belakang padang berbatasan laut langsung dengan Singapura yang jaraknya sekitar 6 mil laut, gedung-gedung pencakar langit Singapura yang menjulang tinggi dapat dilihat dengan jelas dari daratan Pulau Belakang Padang. Salah satunya Marina Bay Sand (MBS).
Jaraknya dari Batam pun hampir sama, karena posisinya berada di tengah-tengah, antara Singapura dengan Batam. Waktu tempuh yang dibutuhkan dengan menggunakan speed boat kayu berkisar antara 15-20 menit dengan ongkos per orang sebesar Rp 8 ribu. Jika ingin mencarter boat langsung dapat dilayani juga dengan biaya sekitar Rp 100 ribu sekali jalan.
Berdasarkan data Kecamatan Dalam Angka Tahun 2014, wilayah Kecamatan Belakang Padang mencakup kurang lebih 108 pulau yang terdiri dari 43 pulau berpenghuni dan 65 pulau tidak berpenghuni.
Lokasi Kecamatan Belakang Padang yang berbatasan langsung dengan Singapura menjadikan kecamatan ini menjadi salah satu kecamatan perbatasan di Kota Batam. Terdapat 3 pulau terluar dan 6 titik garis pangkal wilayah Kepulauan Indonesia di Kecamatan Belakang. Ketiga pulau tersebut adalah Pulau Nipah, Pulau Pelampong dan Pulau Batu Berhanti (Perpres 78/2005). Sedangkan 6 titik garis pangkal wilayah Kepulauan Indonesia terdapat di Pulau Nipah (2 titik), Pulau Pelampong (1 titik), Pulau Batu Berhanti (1 titik), Karang Helen Mars dan Karang Benteng (PP 38/2002).
Merantau ke Batam
Banyak warga Belakang Padang yang mencari nafkah di Batam dengan berbagai pekerjaan, seperti berdagang dan pegawai pemerintahan atau swasta. Sehingga rata-rata orang Belakang padang memiliki dua kendaraan sepeda motor, satu sepeda motor berada di Belakang Padang, dan satu lagi berada di Pelabuhan Sekupang Batam. Di dua pelabuhan tersebut tersedia tempat menitip kendaraan untuk menginap.
Bagi pegawai pemerintahan, seperti Kantor Imigrasi, Kantor Pelabuhan, Bea Cukai dan kantor Kecamatan dan Kelurahan yang berada di Belakang padang, sebagian besar pegawainya tinggal di Batam, sehingga mereka saban hari pulang-pergi ke pulau tersebut.
Seorang pegawai Imigrasi Belakang Padang mengaku tinggal di daerah Tiban walaupun rumah dinas tersedia di Belakang Padang karena mobilitas kegiatan lebih banyak di Batam.
“kegiatan kita lebih banyak juga di Batam, lagian transportasi ke Belakang Padang bisa kapan saja, jadi setiap hari bisa gerak kesana,” katanya yang enggan namanya ditulis.
Menurutnya, usia kantor Imigrasi Belakang Padang jauh lebih tua dibandingkan Kantor Imigrasi Batam, karena sebelumnya kantor Kecamatan yang membawahi Pulau Batam berada di Belakang Padang, karena pertimbangan historis maka kantor Imigrasi Belakang Padang tetap dipertahankan hingga saat ini.
“Kantor Imigrasi Belakang Padang tetap menerbitkan paspor serta tugasnya juga memantau kapal-kapal asing yang melintas disini,” katanya.
Kini Pulau Belakang Padang yang memiliki luas sekitar 70 km persegi ini seperti pulau tua yang pelan dan terkesan lambat untuk berkembang, walaupun potensi alam yang dimilikinya cukup indah. Pemandangan disekitarnya saat cuaca cerah menggugah selera untuk berkeliling pulau sambil mencicipi aneka ragam cerita mistis di sekitarnya.
Salah satu yang terkenal di sekitar Belakang Padang ialah Batu Berhenti, satu kawasan yang sangat dikenal oleh para nahkodah kapal-kapal besar, baik itu Very Large Thanker maupun kapal-kapal kecil.
Satu kawasan ditengah laut yang memiliki karang yang tak terlihat, namun sering menyebabkan kapal-kapal yang melintas tanpa menghindahkan sejumlah “larangan” tidak tertulis, akan kandas tanpa sebab.
Kapal yang kandas karena tersangkut karang, biasanya akan lepas dengan sendirinya dalam jangka waktu tertentu. Kawasan tersebut dikenal dengan kawasan batu berhenti atau batu berantai. Sejumlah kapal diminta membunyikan klaksonnya jika melewati kawasan tersebut.
Sebagai pulau yang lebih tua dari Batam, dulunya orang-orang Singapura dan Malaysia yang ingin menikmati “wisata seks” dengan perempuan local menikmatinya di Pulau Mat Belanda, yang berada di Belakang Padang.
Di Pulau Mat Belanda, terdapat sejumlah lokalisasi dan tempat hiburan seadanya yang menyediakan pekerja seks komersil. Sehingga tidak heran jika virus HIV/AIDS pertama kali ditemukan di Batam berasal dari Pulau Mat Belanda pada tahun 1980-an. Bibit tersebut terjangkit dari seorang pekerja seks komersil (PSK) yang biasa melayani pria hidung belang dari Singapura.
Kini, bagi warga Batam, Pulau Belakang Padang seperti surga kuliner untuk makanan-makanan melayu dengan citarasa orisinal. Seperti Ikan Asam Pedas, sotong masak hitam dan martabak. Tentunya dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan di Batam, menyantap makanan sambil menikmati sepoi-sepoinya angin laut.
Jika sedikit dahaga tak salah juga mampir ke warung si Botak untuk menikmati es campur atau ke Warung Kopi Ameng dengan racikan kopinya yang terkenal hingga ke seberang.