Srikandi Pertama yang Menjadi Kepala Stasiun Bakamla Batam

Mayor Bakamla Margaretha Kirana Lestari

TERASBATAM.ID: Di tengah gemuruhnya perairan Batam, terdapat sebuah sosok yang menonjol sebagai salah satu simbol kekuatan, keberanian, dan dedikasi. Dialah Srikandi pertama yang memegang posisi sebagai Kepala Stasiun Badan Keamanan Laut (Bakamla) Batam. Dalam posisi yang biasanya didominasi oleh laki-laki, keberadaan Mayor Bakamla Margaretha Kirana Lestari membawa semangat baru dan membuktikan bahwa perempuan mampu berprestasi di bidang maritim.

Mayor Bakamla Margaretha Kirana Lestari, S.E., merupakan lulusan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi di Jakarta. Keputusannya untuk bergabung dengan Bakamla pada tahun 2010, saat masih bernama Satuan Tugas I Badan Koordinator Keamanan Laut (Bakorkamla), menandai awal dari perjalanan luar biasanya dalam menjaga keamanan laut. Saat itu, Bakamla masih bermarkas di sebuah Ruko di Kompleks Green Land, Batam Centre, dan Margaretha menjadi bagian dari tim yang merintis cikal bakal kehadiran Bakamla di Provinsi Kepulauan Riau.

Sebagai srikandi pertama di wilayah Bagian Barat, Margaretha Kirana Lestari dipercaya untuk memimpin Stasiun Bakamla yang memiliki tanggung jawab besar dalam mengawasi dan memantau kondisi perairan di sekitar Batam. Kantor Stasiun Bakamla Batam berlokasi di Teluk Mata Ikan, Nongsa, menjadi pusat kegiatan operasional dan pengawasan yang strategis.

Sejak 7 September 2023 Margaretha yang akrab dipanggil Margaret resmi menjabat sebagai Kepala Stasiun Bakamla Batam menggantikan Mayor Bakamla Halilintar.

“langkah pertama langsung sowan ke stakeholder lainnya, dari mulai perangkat Rukun Tetangga, Lurah, Hingga Camat. Bahkan saat Acara Dendang Melayu di Pantai Melayu yang dihadiri oleh Wakil Gubernur Provinsi Kepri Marlin Agustina, saya hadir serta memperkenalkan diri kepada beliau,” katanya kepada www.terasbatam.id yang menemuinya di Stasiun Bakamla Batam yang beralamat di Teluk Mata Ikan, Nongsa, Batam.

Menurut Margaret, Stasiun Batam bertugas untuk mengawasi perairan Batam, yang dilengkapi dengan radar AIS yang dapat mendeteksi kapal yang melintas di perairan Batam. Secara umum Bakamla bertugas memantau wilayah perairan, keamanan dan keselamatan laut. Stasiun berfungsi memantau dan mengawasi segala aktivitas kelautan.

“Seperti jika ada kapal yang mencurigakan atau bagaimana, atau kecelakaan laut,” kata Margaret.

Margaret menghabiskan masa kecilnya di Magelang, Jawa Tengah, setelah menyelesaikan Pendidikan Sarjananya, dirinya ikut dengan kedua orangtuanya yang lebih dulu berada di Batam ketika usinya beranjak 23 tahun ketika itu.

Dalam menjalankan tugasnya, Margaretha Kirana Lestari telah menunjukkan dedikasi yang tinggi dan mencapai berbagai prestasi yang membanggakan sejak merintis karier di Bakamla pada tahun 2010 atau selama 14 tahun.

Suka duka merintis karier di Lembaga paramiliter ini, diawali saat dirinya bergabung sebagai honorer dan mengikuti proses rekruitmen Aparatur Sipil Negara (ASN) Bakamla. Mengikuti Pendidikan Dasar Militer serta bertugas untuk mendampingi sejumlah pimpinan Bakamla di Batam dengan posisinya sebagai Sekretaris.

“Melayani pimpinan militer itu Berbeda dengan sipil, mereka lebih disiplin dan punya standart operation procedure (SOP) yang ketat,” kata Margaret yang sebelumnya bekerja sebagai sekretaris di salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berada di Batu Ampar, Batam.

Tiga bulan bertugas sebagai Kepala Stasiun, Margaret merasa tantangan sebagai Kepala Stasiun lebih berat dibandingkan sebagai staf yang bertugas di belakang meja. Ketika bertugas di Zona Bakamla, urusan yang ditangani lebih banyak berkaitan dengan persoalan internal, sedangkan sebagai Kepala Stasiun, Margaret harus cakap dalam menangani masalah internal dan eksternal.

“saya harus menghandle satu kantor ini, dan punya anggota 8 orang. Saya harus tahu kondisi situasi di sekitar, setiap hari ada sharing informasi kepada pihak terkait. Ada proses develivery, laporan, seperti ada aktivitas kapal yang mencurigakan dan sebagainya,” kata Margaret.

Menurut ibu satu orang anak ini, Stasiun Bakamla Batam dilengkapi dengan satu perahu karet, namun ada desakan dari masyarakat sekitar agar Stasiun Bakamla Batam yang berada ditengah-tengah pemukiman warga di Teluk Mata Ikan Nongsa ini dilengkapi dengan kapal patroli.

“perahu karet yang kami miliki berkapasitas kecil, baru diterima satu bulan lalu,” katanya.

Stasiun Bakamla Batam didirikan sejak tahun 2013, namun karena keterbatasan personel Bakamla, maka operasional Stasiun dijalankan secara terbatas. Secara resmi Kepala Stasiun Bakamla Batam pertama dijabat oleh Mayor Bakamla Halilintar dan selanjutnya diteruskan oleh Margaretha sebagai Kepala Stasiun kedua, dan seorang wanita pertama yang menjabat di Zona Barat.

Margaretha mengatakan, sebagai Kepala Stasiun Bakamla yang berada di tengah pemukiman masyarakat yang padat dengan mata pencarian sebagai nelayan, dirinya harus pintar-pintar menempatkan diri untuk mencari informasi dan menyerap aspirasi masyarakat disekitarnya.

“kalau di Teluk Mata ini masyarakatnya sudah tergolong lama, pendekatan kita harus pelan-pelan. Kebetulan salah satu personel kami disini ada Ketua RT di lingkungan sekitar sini. Pendekatannya sangat berbeda, karena satu sama lain hubungannya sangat erat. Salah satu yang pernah dibahas disini ialah persoalan Pekerja Migran Indonesia (PMI) Illegal di area ini,” kata Margaret.

Menurut Margaret, salah satu target dari Bakamla ialah mendirikan Stasiun Bakamla di area Teluk Mata Ikan, artinya desain awal ialah menempatkan stasiunnya di sekitar Nongsa. Sehingga jika dilihat dari udara, maka posisi antara Kantor Zona Bakamla di daerah Sekupang, Pangkalan di Barelang dan Stasiun di Nongsa membentuk segitiga.

“semua stasiun Bakamla di tempat lain selalu dekat dengan pemukiman warga,” kata Margaret.

Di Kepri Stasiun Bakamla ada di Tanjung Balai Karimun dan Natuna. Di Zona Bakamla Barat ada 7 Stasiun dengan status 5 stasiun sebagai stasiun pemantauan dan duanya sebagai stasiun bumi yang berfungsi mengawasi ekosistem laut. Stasiun Batam merupakan stasiun berstatus pemantauan.

Di Zona Bakamla Barat, Stasiun tersebar di Aceh, Sambas, Tanjung Balai Karimun, Natuna dan Batam.

“masyarakat disini mendukung keberadaan stasiun Bakamla disini. Stasiun menjadi salah satu tempat mereka mengadu, seperti persoalan PMI Illegal yang mereka minta untuk ditindak, dan persoalan pencemaran laut,” kata Margaretha.

Semua personel Stasiun Bakamla Batam memegang sertifikat SRT atau Unit Reaksi Cepat Laut, sehingga jika terjadi kecelakaan laut di sekitar wilayah tersebut semua personel dapat diterjunkan untuk membantu proses evakuasi atau pertolongan.

“karena sarana kita terbatas, maka yang paling sering kita kerahkan ialah personel untuk membantu jika terjadi kecelakaan laut,” kata Margaret.

Margaretha Kirana Lestari telah menikah dan dikarunia seorang  putera, dan suaminya juga bekerja di Bakamla yang bertugas di Pangkalan Bakamla Batam yang berada di Pulau Setokok, Barelang dengan posisi sebagai Komandan Kapal Patroli.

Margaretha telah menempuh sejumlah Pendidikan dan latihan, seperti Pendidikan Dasar Militer di Surabaya, Pendidikan Latihan Intelijen di Surabaya serta sejumlah pelatihan terkait managemen keuangan. Saat ini dirinya juga sedang menyelesaikan Pendidikan masternya di bidang manajemen di Universitas Internasional Batam (UIB).