TERASBATAM.ID: Nasib miris dialami sekitar 500 Kepala Keluarga (KK) yang memiliki rumah di Perumahan Marchelia, setelah hampir 21 tahun menempatinya mereka terancam digusur karena terjadi sengketa kepemilikan lahan sejak awal perumahan dibangun.
Mengadukan nasib mereka atas kepemilikan asset property mereka, puluhan warga yang terdiri dari pemilik Perumahan Marchelia Tahap II mendatangi Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Batam, Senin (28/11/2022).
Kehadiran warga tersebut untuk mengadukan dan menuntut hak atas lahan yang telah mereka beli namun tidak dapat dimiliki karena sengketa tumpang tindih lahan.
Ketua Forum Komunikasi Penyelesaian Perumahan Marchelia Tahap II Noviar mengatakan, pengalaman pribadinya saat akan membayar uang sewa lahan atau yang popular disebut UWTO (Uang Wajib Tahunan Otorita) tidak dapat diproses.
“Kami tidak bisa memperpanjang UWTO karena sudah terkunci di sistem BP Batam, Padahal sudah punya sertifikat,” kata Noviar seusai hearing dengan sejumlah anggota DPRD.
Menurut Noviar permasalahan tumpang tindih lahan tersebut, terbilang sudah sangat lama dan berjalan kurang lebih 21 tahun lamanya.
“Tercatat korban yang membeli mencapai 500-an, namun yang saat ini masih tinggal di lokasi ada sekitar 150-an. Termasuk 3 legilastor di DPRD Batam (Udin P Sihaloho, Arlon dan Biyanto,) yang saat itu membeli dikawasan ini,” Papar Noviar.
Untuk luasan sekitar 12,5 hektare dan 500 KK (Pembeli ) terdiri dari type rumah 36/45 dan 55 dengan nominal harga rumah perunit dari kisaran 90 hingga 150 juta rupiah (2000-2002) silam.
Noviar menjelaskan kasus ini berawal saat pengembang PT Putri Selaka Kencana (PT PSK) sebagai pemegang Hak Pengelola Lahan (HPL) dari Badan Otorita Batam bekerja sama dengan PT Anugerah Cipta Segara (Antara) membangun dan menjual perumahan di lokasi Perumahan Marchelia.
Pada tahun 2000-2002, konsumen mulai mulai membeli rumah dari PT Antara yang berkantor di Gedung Dana Graha Nagoya Batam dengan harga rumah Rp 50 juta sampai 125 juta, sesuai dengan luas tanah dan type rumah melalui mekanisme pembayaran cash atau kontan, lunas uang muka, cicilan uang muka, dan akad kredir dengan Bank BTN di Pelita Nagoya.
“Dan pada tahun 2002 terjadi konflik antara PT PSK dan PT Antara, yang mengakibatkan proses akad kredit dihentikan oleh Bank BTN dan pembangunan perumahan dihentikan oleh PT Antara,” tegasnya.
Konflik antara PT PSK dan PT Antara berlangsung di PN Batam, PT Riau, peninjauan kembali di Mahkamah Agung, Tahun 2009. Keputusan Mahkamah Agung dalam perkara ini dimenangkan oleh PT PSK.
Sementara itu Ketua DPRD Nuryanto menyayangkan lemahnya pengawasan eksekutif yaitu Pemko Batam dan BP Batam sehingga hal ini bisa terjadi yang mengakibatkan kerugian terhadap masyarakat.
“Ini buktinya lemahnya pengawasan pemerintah,” kata Nuryanto.
Cak Nur, demikian panggilan akrabnya akan mengagendakan pertemuan berikutnya dengan warga Marchelia dengan memanggil pihak terkait, termasuk Pemko, BP Batam dan pihak developer.