Suramnya Dunia Pendidikan, KPK Ingatkan “Amplop” Untuk Guru Adalah Gratifikasi

TERASBATAM.ID: Saat kenaikan kelas, tidak jarang orangtua memberikan hadiah kepada guru sebagai apresiasi telah mendidik anak-anak mereka. Namun tidak banyak yang tahu, bahwa hadiah untuk guru ini adalah bentuk gratifikasi yang terlarang.

Beragam bentuk hadiah yang diberikan, dalam bentuk barang maupun dalam bentuk uang tunai yang dibungkus amplop. Cara pemberiannya juga cukup miris, pergerakan amplop berkelebatan mirip jurus silat, perpindahan dari tangan walimurid kepada guru biasanya berlangsung cukup cepat, dan biasanya juga dilakukan didepan anak didik.

Sebelum mengetahui alasannya, mari kita pahami dulu apa itu gratifikasi. Menurut penjelasan Pasal 12B pada UU No 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, gratifikasi adalah: Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. 

Dari pengertian tersebut, sepertinya tidak ada yang salah dengan sebuah pemberian atau hadiah. Sugiarto, Fungsional Utama Dit. Gratifikasi dan Pelayanan Publik KPK, menjelaskan bahwa pemberian hadiah akan dianggap gratifikasi yang terlarang jika telah memenuhi dua unsur.

“Gratifikasi adalah semua pemberian yang diperbolehkan, kecuali yang dilarang. Pemberian terhadap guru itu terlarang, karena termasuk dalam kategori Pasal 12 B,” kata Sugiarto.

“Berdasarkan pasal tersebut, pemberian terhadap guru telah terpenuhi dua unsur gratifikasi, yaitu ‘berhubungan dengan jabatan, dan ‘berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya’,” lanjut dia lagi.

“Berhubungan dengan jabatan”, maksudnya adalah hadiah itu diberikan kepada guru karena jabatannya sebagai pengajar. Andaikata bukan seorang guru, mustahil hadiah itu diberikan kepada dirinya. Sementara frasa “berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya”, berarti gratifikasi terhadap guru adalah pelanggaran kode etik. Guru tidak seharusnya menerima hadiah dari pihak-pihak yang dilayaninya.

“Kenapa pemberian ini dilarang, pertama karena guru sudah digaji oleh negara untuk mengajar. Kedua, kalau yang dikasih hadiah hanya wali kelas saja, itu tidak adil. Karena kegiatan belajar mengajar (KBM) itu mencakup mulai dari penjaga sekolah, satpam, petugas kebersihan, hingga guru mata pelajaran lainnya,” kata Sugiarto.

Implikasi dari gratifikasi untuk guru adalah akan adanya kecemburuan di antara para staf lain di sekolah. Selain itu, hadiah ini berpotensi mempengaruhi sikap guru terhadap murid-muridnya. Guru bisa berlaku tidak adil kepada murid-murid yang tidak memberi hadiah atau lebih sungkan terhadap anak didik yang orang tuanya memberikannya cendera mata.

Hadiah untuk guru juga akan memberikan teladan yang buruk bagi anak. Sugiarto mencontohkan, seorang anak akan memiliki perasaan menganggap enteng ketertiban sekolah karena merasa dekat dengan guru yang pernah diberinya hadiah. Pemberian hadiah juga merupakan ujian bagi guru dalam memegang teguh nilai integritas dirinya. Guru yang berintegritas tentu akan menjadi contoh yang baik bagi murid-muridnya dalam menolak sikap-sikap koruptif di keseharian mereka.

“Ada satu kredo dalam pendidikan: satu teladan itu lebih dahsyat daripada 1.000 nasihat, dan satu gambar lebih bermakna daripada 1.000 kata-kata,” ujar Sugiarto. (dikutip dari https://aclc.kpk.go.id/)