TERASBATAM.ID: Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang mendampingi 30 orang tahanan dengan status tersangka dalam sidang gugatan praperadilan terhadap Kepolisian Republik Indonesia, dalam hal ini Polda Kepulauan Riau dan Polresta Barelang di Pengadilan Negeri Batam, Selasa (31/10/2023). Penetapan status tersangka kepada 30 orang warga Rempang terkait kerusuhan pada aksi unjukrasa di Kantor BP Batam itu dinilai tidak cukup bukti.
Sidang Pra peradilan perdana digelar dalam tiga Ruangan serta disaksikan oleh keluarga yang ditangkap saat aksi unjukrasa pada 11 September 2023 di Kantor BP Batam lalu dengan agenda Sidang Pemeriksaan Berkas dan Pembacaan gugatan Pemohon melaui Tim Kuasa Hukum Solidaritas Nasional.
Andi Wijaya, Direktur LBH Pekanbaru yang merupakan Tim Advokasi Nasional Solidaritas untuk Rempang mengatakan bahwa timkuasa pemohon sudah mengajukan permohonan meminta hakim tunggal untuk membatalkan status tersangka karena banyak prosedur yang dilanggar, salah satunya ialah masalah bukti permulaan tidak cukup.
“Kami meminta pemohon itu dihadirkan dalam ruang sidang, masyarakat tidak paham apa itu praperadilan, dan ini edukasi hukum untuk masyarakat,” kata Andi.
Di tempat yangsana sama dari Kuasa Hukum Pemohon Mangara Sijabat, LBH Mawar saron, Batam yang juga Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang mengatakan sidang Prapid yang digelar agendanya pemeriksaan legalitas dari pemohon, semua terpenuhi.
Pembacaan permohonan praperadilan tadi juga sudah dijalankan. Besok akan dilanjutkan dengan pembacaan replik (Jawaban) dari termohon, dalam hal ini Polresta Barelang.
“Kami memohon doa kepada masyarakat, ini adalah perjuangan yang diatur dalam undang-undang, perjuangan secara hukum yang cara mainnya sudah diatur. Biarkan nanti PN Batam ini menadi tempat bagi para pencari keadilan dan kami merasa Hakim yang menangani kasus ini masih memiliki rasa keadilan untuk memutus perkara ini,” kata Mangara.
Fokus utama praperadilan ini kata Mangara untuk menguji penetapan tersangka apakah sah atau memenuhi bukti permulaan yang cukup.
Menurut Mangara, penetapan tersangka tidak memenuhi bukti permulaan yang cukup, karena bukan hanya berdasarkan bukti laporan polisi atau keterangan pemohon, tapi harus disertai alat bukti sesuai pasal 184 KUHAP yaitu ada surat, saksi, petunjuk, dan sebagainya.
“Yang paling penting, laporan itu Tipe A, artinya laporan itu bersumber dari internal kepolisian. Surat penahanan, surat penangkapan tidak pernah diberikan,” kata Mangara.
Pasal-pasal yang dikenakan tidak ada dalam KUHP. Pasal 212 itu ada di KUHP Pasal 213 ayat 2 E KUHP itu tidak ada. Pasal 214 ayat 2 E itu tidak ada juga. Dan Pasal 170 ayat 2 E itu tidak ada juga, itu KUHP. Intinya hanya 1 pasal yang ada. Kalau itu salah ketik, tapi 2 dokumen itu ada dan sama.
“Upaya praperadilan hanya menguji formalitas, kami menilai cacat formil, ada beberapa pasal yang tidak ada dimuat, penetapan tersangka tidak memenuhi bukti permulaan yang cukup,” ujarnya.
Sementara Itu Persatuan Pengacara Indonesia (Peradi) Batam Sopandi menyayangkan Kepolisian dalam hal ini Kepolisian belum ada jawaban melainkan penundaan waktu
“memang disayangkan, harusnya pembacaan permohonan, dan kalau bisa ada jawaban dari termohon. Termohon telah menerima satu minggu sebelumnya, harusnya sudah siap,” ujarnya.
Menurutnya sidang praperadilan ini menjadi lambat, besok itu hanya jawaban. Kami sampaikan cukup kecewa termohon tidak siap, mereka tidak siap, dan itu memperlambat proses yang sebenarnya harus cepat. tidak
Adapun Ahmad Fauzi, Staf Advokasi dan Jaringan YLBHI menyebutkan bahwa Alasan untuk mengajukan Prapid tim Advokasi Nasional untuk Rempang karena penetapan tersangka kriminalisasi atau pemidanaan paksa terhadap yang ditangkap saat unjuk rasa pada Kamis (11/9/23) di Kantor BP Batam itikad jahat.
“Dari kronologi yang kami bacakan tadi bayangkan orang datang tidak tahu apa-apa, kena gas air mata dan langsung diangkut, “kata Dia.
Dikenakan pasal yang tidak ada dalam undang-undang, itu yang kami sebut kriminalisasi atau pemidanaan dengan itikat jahat, yang ketiga prosedur yang dijalankan tidak sesuai dengan undang-undang.
Tim Advokasi dari Solidaritas Nasional dari Wahana Lingkungan Indonesia (Walhi) Even Sembiring mengatakan bagaimana sesuatu yang tidak tepat bisa benar secara materil.
“Bagi kami kalau sesuatu yang tidak tepat ini, kalau Pengadilan Negeri Batam ini asih menuangkan keadilan, seharusnya pada putusan senin nanti tidak ad alasan permohonan ini ditolak,” ujarnya (*)