TERASBATAM.ID – Masyarakat Rempang menggelar peringatan Hari Tani Nasional 2025 dengan mengumpulkan hasil bumi di Lapangan Sepak Bola Dataran Muhammad Musa, Sembulang, Galang, Batam, Rabu (23/9/2025). Aksi ini menjadi simbol perlawanan terhadap proyek Rempang Eco-City yang mengancam ruang hidup mereka.
Warga berbondong-bondong membawa berbagai hasil kebun seperti sayuran, buah-buahan, dan umbi-umbian yang kemudian disusun menjadi gunungan. Menurut seorang warga, Roziana, gunungan ini merupakan simbol kesuburan tanah dan pernyataan sikap bahwa tanah Rempang adalah sumber kehidupan yang harus dipertahankan. “Gunungan ini adalah doa sekaligus pernyataan sikap. Kami ingin tunjukkan bahwa tanah kami hidup dan memberi makan,” ujarnya.
Aksi ini juga diisi dengan doa bersama, di mana masyarakat kembali menegaskan penolakan mereka terhadap penggusuran. “Hari Tani adalah hari perlawanan. Kami di Rempang akan terus berdiri untuk mempertahankan tanah, laut, dan masa depan anak cucu kami,” kata Aris, warga Rempang lainnya.
Di tengah peringatan Hari Tani, Aliansi Masyarakat Rempang Galang Bersatu (AMAR-GB) membacakan surat terbuka untuk Ketua Mahkamah Konstitusi (MK). Surat tersebut berisi bantahan terhadap kesaksian Samsudin, warga penerima relokasi, dalam sidang uji materi Undang-Undang Cipta Kerja pada 22 September 2025.
Dalam persidangan, Samsudin menyatakan sebagian besar warga di beberapa kampung, termasuk Sembulang, sudah direlokasi. AMAR-GB menilai keterangan ini tidak sesuai fakta. Berdasarkan data yang mereka kumpulkan, sebagian besar warga di tujuh kampung terdampak Tahap I masih bertahan.
Contohnya, di Sembulang Hulu, dari total 90 keluarga, 87 di antaranya masih menolak relokasi. Sementara di Sembulang Tanjung, 20 dari 63 keluarga masih belum pindah. Dede, perwakilan warga, menegaskan, “Masyarakat Rempang belum pindah. Yang pindah hanya sebagian kecil. Masih banyak keluarga yang bertahan dan menolak proyek Eco-City.”
AMAR-GB menilai keterangan yang diduga palsu ini berpotensi masuk ranah hukum. Mereka merujuk pada Pasal 242 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pemberian keterangan palsu di bawah sumpah dengan ancaman hukuman hingga tujuh tahun penjara. Melalui surat terbuka ini, AMAR-GB mendesak MK untuk mempertimbangkan bantahan mereka dan memproses saksi yang memberikan keterangan tidak sesuai fakta.
[kang ajank nurdin/press release]


