Pemerintah Rencana Rampingkan Bandara Internasional, Hang Nadim Masuk Nominasi

TERASBATAM.ID: Pemerintah berencana untuk merampingkan jumlah Bandara Internasional dari 32 bandara menjadi 14. Pengamat menilai status Internasional tidak menguntungkan bagi perekonomian negara dan lebih berkomoditas politik untuk kepentingan kepala daerah.

Rencana pengurangan status bandara internasional sebelumnya disampaikan oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir pada awal Februari 2023 lalu. Salah satu alasanya ialah menekan jumlah wisatawan domestic untuk berwisata keluar negeri.

“bandara internasional diharapkan harus berpihak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia dan tetap menjaga pariwisata internasional dan domestic,” kata Erick.

Diantara bandara yang terancam dicabut status Internasionalnya ialah Bandara Internasional Hang Nadim di Batam. Bandara yang dibangun sejak era Presiden ketiga BJ Habibie sebagai Ketua Otorita Batam hanya memiliki rute luar negeri yang dapat dihitung dengan jari.

Menanggapi informasi tentang rencana pencabutan status Hang Nadim, PT Bandara Internasional Batam (PT BIB) yang kini mengelolah Hang Nadim membantah mengenai kabar dicabutnya status internasional Bandara Hang Nadim oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub).

Direktur Utama PT BIB, Pikri Ilham Kurniansyah dalam press release yang diterbitkan oleh BP Batam pada 29 Maret 2023 lalu mengatakan bahwa belum ada informasi resmi terkait rencana pencabutan status Hang Nadim sebagai Bandara Internasional.

“Pertama, kita belum dapat pemberitahuan resminya (dari Kemenhub) dan itu baru berita (yang belum diketahui kebenarannya),” kata Pikri.

Sehingga, mengenai kabar pencabutan status internasional Bandara Hang Nadim itu tidak perlu dikhawatirkan. Sebab, saat ini Bandara Internasional Hang Nadim yang dijalankan oleh konsorsium tengah bersolek untuk menjadi salah satu bandara terbesar di Indonesia.

“Tidak ada informasi atau pemberitahuan apa-apa (terkait pencabutan status internasional itu). Jadi kita cool saja,” tuturnya.

Ia menambahkan, saat ini untuk penerbangan internasional di Bandara Hang Nadim masih berjalan normal. Baik itu penerbangan untuk penerbangan domestik maupun penerbangan Internasional yang melayani Umroh/Haji, hingga penerbangan ke Malaysia.

“Selama ini penerbangan internasional lancar, jadi tidak usah dikhawatirkan,” imbuhnya.

Hal senada juga disampaikan oleh Kepala Biro Humas, Promosi dan Protokol BP Batam, Ariastuty Sirait. Akan dicabutnya status internasional Bandara Hang Nadim hingga saat ini tidak ada informasi apapun dari Kemenhub.

“Informasi itu saya tegaskan tidak benar. Saat ini, Bandara Hang Nadim tetap beroperasi sebagai bandara Internasional,” tegasnya.

Ia menambahkan, pengoperasian dan pengelolaan Bandara Hang Nadim melalui skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) ini merupakan yang pertama di Indonesia. Sehingga dengan skema ini, akan bisa menjadi contoh untuk pengembangan secara profesional kedepannya.

“Terutama pengembangan untuk pasar-pasar Internasional,” tegasnya.

Tuduhan pencabutan status internasional ini juga tidak berdasar.  Sebab, saat ini bandara Hang Nadim dikelola dan dioperasikan oleh PT BIB, yang dibentuk konsorsium dari tiga perusahaan.

Dua dari tiga perusahaan tersebut merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Kedua BUMN itu yakni, PT Angkasa Pura I (Persero) dan PT Wijaya Karya Tbk (Persero).

Satu perusahaan lainnya adalah, Incheon International Airport Corporation yang telah berpengalaman dalam menangani kargo dan penumpang. Incheon telah menghubungkan 90 maskapai dari 54 negara ke 188 destinasi.

Adapun untuk nilai investasi kerjasama ini sebesar Rp6,89 Triliun. Meliputi Renovasi, pembangunan Terminal 1, membangun Terminal II, serta seluruh pengelolaan dan pemeliharaan infrastruktur sisi darat bandara.

Selanjutnya, pembukaan jalur penerbangan domestik seluruh Indonesia. Tidak hanya itu, Bandara Hang Nadim juga membuka jalur penerbangan Internasional ke Cina, Korea Selatan, India, Thailand, dan perjalanan Ibadah Umrah/Haji untuk pertama kalinya.

Sehingga, Bandara Hang Nadim Batam telah bertransformasi menjadi bandara berkelas internasional. Sehingga Kota Batam berpotensi mencatatkan 40 juta penumpang per tahunnya dimasa yang akan datang.

Hal ini ditambah dengan letak Batam yang sangat strategis di jalur perairan internasional di Selat Malaka dan hanya berjarak 20 km dari Singapura. Sehingga, Bandara Hang Nadim akan mampu memberikan multiplier effect bagi peningkatan perekonomian masyarakat di Pulau Batam.

Menurut data dari Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Bandara Internasional Yogyakarta dan Bandar Udara Internasional Pulau Lombok hanya melayani dua penerbangan internasional ke Singapura dan Kuala Lumpur.

Sementara, Bandar Udara Internasional Minangkabau, Bandara Udara Internasional Sam Ratulangi di Manado, dan Bandara Internasional Hang Nadim di Batam malah hanya punya satu rute internasional, Malaysia atau Singapura saja.

“Dengan jumlah penerbangan yang cuma satu atau dua penerbangan saja dan jumlah penumpangnya tidak banyak itu tidak sepadan dengan biaya-biaya dan implikasi organisasi yang menjadi beban pemerintah,” komentar Pengamat Penerbangan Alvin Lie.

Mantan anggota Ombudsman itu menjelaskan bahwa bukan hanya biaya pembangunan bandara yang bisa mencapai miliaran hingga triliunan yang tinggi. Biaya perawatan dan biaya operasional yang disedot oleh aktivitas bandara meski sedikit pesawat yang terbang tentu sangat besar.

“Biaya perawatan bandara tidak murah karena bandara itu harus disertifikasi standar keselamatannya, permukaan landasan pacu tidak boleh ada aspal yang mengelupas. Kemudian alat pandu navigasinya itu harus semuanya berfungsi. Biaya-biaya operasional seperti pelayanan navigasi itu juga harus ada, jadi tidak sekadar membangun,” kata Alvin seperti dikutip dari www.bbc.com/indonesia

Lebih dari itu, ia menilai bahwa pembangunan bandara lebih dilatari sebagai komoditas politik.

Sebab, didirikannya bandara internasional di suatu daerah seakan-akan menaikkan standar wilayah tersebut karena bisa menghadirkan akses bagi warganya yang ingin terbang ke luar negeri sekaligus mendatangkan turis asing.

“Saya menduga, banyak kepala daerah yang menjadikan bandara sebagai prestasi politik, pokoknya bangun punya bandara, setelah jadi bandara tidak ada penerbangan di sana. Setelah punya bandara enggak bisa menghidupi bandaranya. Tidak ada penerbangan yang datang.”