TerasBatam.id: Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau menanggapi serius klaim Karang Singa di Bintan Utara, Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau yang diklaim sebagai milik Malaysia. Malaysia sengaja menempatkan kapal rusak berukuran besar di sekitar wilayah tersebut sebagai tanda bahwa wilayah tersebut diklaim mereka.
Pemerintah Pusat akan membangun sejumlah infrastruktur di karang tersebut untuk memperkuat bukti bahwa wilayah tersebut merupakan territorial Indonesia.
Gubernur Kepulauan Riau Ansar Ahmad kepada www.terasbatam.id, Selasa (10/08/2021) lalu mengatakan, Malaysia mengklaim bahwa Karang Singa di Bintan Utara sebagai wilayah miliknya dengan menempatkan satu kapal besar yang rusak disana, kapal tersebut sengaja ditempatkan di perairan tersebut untuk menunjukkan bahwa area itu milik Malaysia.
“Pembangunan di Karang Singa sudah dilakukan pemerintah dan akan dilanjutkan pada tahun 2022, kita mengantisipasi persoalan tersebut menjadi serius. Siapa sangka Sipadan dan Ligitan dulu bisa lepas?” kata Ansar.
Menurut Ansar, pembangunan yang dilakukan di Karang Singa antara lain Suar, helipad dan sejumlah fasilitas lainnya dengan anggaran yang cukup besar, pembangunan disana akan dilanjutkan pada tahun 2022.
“Karang singa ini dekat dengan perbatasan Malaysia. Kami mendukung keseriusan pemerintah pusat dalam menjaga Karang Singa, sejumlah menteri juga sudah berkunjung kesana,” kata Ansar.

Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Padjaitan didampingi oleh Ansar meninjau dari udara lokasi Karang Singa pada pertengahan Maret lalu. Kemudian Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi pada kunjungan 1 Mei lalu juga secara khusus melihat posisi Karang Singa. Karena nantinya pelaksanaan operasional Suar dan tanda navigasi di Karang Singa menjadi tanggungjawab Kementerian Perhubungan.
Kepala Bagian Pengelolaan Wilayah Perbatasan Kabupaten Bintan Hasan, yang kini menjabat Pelaksana Tugas Kepala Biro Humas dan Protokoler Pemprov Kepri menjelaskan bahwa persoalan Karang Singa dinilai serius oleh Indonesia setelah adanya klaim dari Malaysia, bahwa Karang Singa masuk ke dalam wilayahnya.
“Klaim tersebut diawali oleh perebutan dua karang yaitu Pedra Branca atau batu Putih dan Karang Selatan atau South Ledge antara Malaysia dan Singapura. Perebutan tersebut terjadi cukup lama dari tahun 1979 hingga diputuskan tahun 2008. Mahkamah Internasional memutuskan Pedra Branca milik Singapura dan South Ledge milik Malaysia,” kata Hasan.
Menurut Hasan, di dekat South Ledge atau karang selatan ada terdapat Karang Singa yang menjadi teritori Indonesia, sehingga kemungkinan klaim dilakukan oleh Malaysia karena jarak yang cukup dekat itu dengan tujuan untuk menguasainya separuh.
“Selama ini Karang Singa merupakan lokasi yang dijadikan oleh nelayan di Berakit, untuk mencari ikan, karena karang Singa merupakan tempatnya ikan berkumpul,” kata Hasan.
Secara historis Hasan mengatakan, berdasarkan Deklarasi Peta Juanda 1957 kedua karang yang diperebutkan Malaysia dan Singapura yaitu Pedra Branca dan South Ledge merupakan wilayah teritori Indonesia, namun saat ini sudah dikeluarkan dalam peta Indonesia.
“Base line kita selama ini dihitung dari pulau terluar, kalau untuk kabupaten bintan di Pulau Tanjung Sading, sementara karang singa tidak dijadikan base line untuk menentukan titik geografis, Indonesia menentukan batas wilayah berdasarkan pulau terluar, sedangkan Karang tidak masuk dalam penentuannya,” kata Hasan.
Sementara itu sejak adanya klaim Malaysia terhadap wilayah tersebut menyebabkan nelayan di wilayah Bintan Utara harus ekstra hati-hati jika memasuki wiayah tersebut karena berpotensi untuk berhadapan dengan aparat dari Malaysia. Karang Singa dikenal sebagai lumbung ikan yang menjadi tujuan nelayan Bintan jika pergi melaut.


