Terasbatam.id: Untuk alasan keselamatan penerbangan Indonesia masih mendelegasikan sekitar 29 persen ruang udara di Provinsi Kepulauan Riau yang berada di sekitar wilayah Singapura kepada Otoritas Navigasi Penerbangan Singapura. Kesepakatan tersebut menunjukkan bahwa Flight Information Region (FIR) diatas ruang udara Kepri belum sepenuhnya dikendalikan oleh Indonesia.
Demikian salah satu butir substansi Kesepakatan terkait FIR diatas wilayah Kepulauan Riau antara Indonesia dan Singapura. Sebagaimana yang disampaikan dalam Press Release dari Kementerian Perhubungan.
Adapun substansi kesepakatan lain yang diatur, yakni : untuk alasan keselamatan penerbangan, Indonesia masih mendelegasikan kurang dari 1/3 ruang udara (atau sekitar 29 persen) yang berada di sekitar wilayah Singapura kepada Otoritas Navigasi Penerbangan Singapura secara terbatas. Namun demikian, biaya pelayanan jasa navigasi penerbangan pada area layanan yang didelegasikan tersebut menjadi hak Indonesia selaku pemilik ruang udara di area tersebut, sehingga aspek keselamatan tetap terjaga dan tidak ada pendapatan negara yang hilang.
Indonesia dan Singapura telah menyepakati dilakukannya penyesuaian pelayanan ruang udara atau Flight Information Region (FIR). Pelayanan navigasi penerbangan pada ruang udara di atas wilayah Kepulauan Riau dan Natuna yang sebelumnya dilayani oleh Otoritas Navigasi Penerbangan Singapura, kini akan dilayani oleh Indonesia melalui Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (Airnav Indonesia).
Kesepakatan tersebut ditandai dengan ditandatanganinya kesepakatan penyesuaian FIR oleh Menteri Perhubungan RI Budi Karya Sumadi dengan Menteri Transportasi Singapura S. Iswaran, yang disaksikan langsung oleh Presiden RI Joko Widodo dan Perdana Menteri (PM) Singapura Lee Hsien Loong, Selasa (25/1/2022), di Pulau Bintan, Kepulauan Riau.
Pertemuan Presiden RI Joko Widodo dengan PM Singapura Lee Hsien Loong di Pulau Bintan dilakukan dalam rangka membahas upaya penguatan kerja sama bilateral di berbagai bidang, terutama di bidang ekonomi, politik, hukum, dan keamanan.
Presiden RI Joko Widodo mengatakan, dengan adanya penandatanganan perjanjian penyesuaian FIR, maka ruang lingkup FIR Jakarta akan melingkupi seluruh wilayah udara teritorial Indonesia, terutama di daerah Kepulauan Riau dan Kepulauan Natuna.
“Ke depan, diharapkan kerja sama penegakkan hukum, keselamatan penerbangan, dan pertahanan keamanan kedua negara dapat terus diperkuat berdasarkan prinsip saling menguntungkan,” kata Presiden.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menjelaskan, kesepakatan ini merupakan buah dari berbagai upaya yang telah dilakukan selama bertahun-tahun oleh pemerintah untuk melakukan negosiasi penyesuaian FIR dengan Pemerintah Singapura.
“Alhamdulillah, hari ini merupakan hari yang bersejarah bagi bangsa Indonesia. Kita berhasil melaksanakan amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan. Ini bukti keseriusan Pemerintah Indonesia,” kata Menhub.
Menhub mengungkapkan, untuk mempercepat implementasi persetujuan ini, pemerintah secara intensif akan melakukan proses lanjut sesuai perundang-undangan yang berlaku serta ketentuan ICAO.
Penyesuaian FIR ini memiliki sejumlah manfaat bagi Indonesia. Pertama, hal ini meneguhkan pengakuan internasional atas status Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki kedaulatan penuh ruang udara di atas wilayahnya, sesuai Konvensi Chicago 1944 dan Konvensi PBB tentang hukum laut (UNCLOS) 1982. Kedua, akan semakin meningkatkan kualitas layanan dan juga keselamatan penerbangan di Indonesia.
Kemudian, dilakukan Kerja Sama Sipil Militer dalam Manajemen Lalu Lintas Penerbangan, termasuk penempatan personel Indonesia di Singapura dan pengenaan biaya Pelayanan Jasa Navigasi Penerbangan (PJNP), sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
Pendelegasian PJNP ini akan diawasi dan dievaluasi secara ketat oleh Kemenhub. Evaluasi terhadap delegasi PJNP secara terbatas di FIR Indonesia akan dilakukan terhadap Singapura secara berkala maupun secara melekat dengan penempatan personil Indonesia pada menara pengawas penerbangan udara Singapura.
Pada tahun 2015 penghasilan rata-rata dari jasa pelayanan penerbangan udara yang dipungut Singapura yang melintas di atas udara Batam besarnya sekitar Rp 3 Miliar.
Wilayah udara diatas Provinsi Kepulauan Riau sejak tahun 1946 dikendalikan oleh Singapura, dan usaha Indonesia untuk mengambil alih ruang udara tersebut sejak tahun 1993 dari kendali Singapura selalu gagal. Singapura sendiri bersedia mengembalikan ruang udara Kepulauan Riau dan sekitarnya jika International Civil Aviation Organization (ICAO) memberikan lampu hijau terhadap hal tersebut.
Berdasarkan rangkuman informasi dari berbagai sumber sudah puluhan kali perundingan antara Indonesia, Singapura dan Malaysia sejak tahun 1993 yang membahas penarikan kembali kendali ruang udara Kepri dari kontrol Singapura gagal. Hal tersebut disebabkan oleh lemahnya lobi pemerintah Indonesia untuk meminta kembali kendali ruang udara tersebut.
Singapura mengendalikan ruang udara sejauh 110 nautical mile (Nm) dari posisi negara tersebut, posisi itu meliputi wilayah Indonesia dari Batam, Natuna hingga Dumai di Riau. Ruang udara tersebut masuk dalam Flight Information Region (FIR) Singapura, seharusnya ruang udara tersebut berada dalam FIR Indonesia. Akibat masuk dalam FIR Singapura, Indonesia menjadi tidak berkuasa penuh atas ruang udara tersebut dan menyebabkan kehilangan potensi pendapatan dari Route charge yang dikenakan kepada pesawat yang melintasi ruang udara tersebut. Patroli udara oleh TNI Angkatan Udara dan TNI Angkatan laut di wilayah teritorial sendiri harus dipandu oleh Singapura.
Berdasarkan Undang-Undang No 1 tahun 2009 tentang Penerbangan, sudah diamanatkan agar Indonesia menarik kembali ruang udara Indonesia yang dikuasai oleh pihak asing.
Singapura dipercaya Indonesia untuk mengatur lalu lintas udara bagi keselamatan penerbangan sipil maupun militer di beberapa wilayah di Kepulauan Riau. Wilayah udara yang diatur penggunaannya oleh Singapura tersebut terbagi dalam tiga sector, yakni Sektor A yang meliputi wilayah udara Batam hingga Singapura dengan luas wilayah sekitar 5 mil.
Kemudian sector B, meliputi wilayah udara Tanjung Pinang dan Karimun, serta sector C yang meliputi wilayah udara Natuna. Singapura dalam hal ini bertindak sebagai pihak yang berwenang dalam memberikan intruksi kepada pesawat untuk take off maupun landing di wilayah tersebut, serta memberikan rambu-rambu kepada pesawat yang melewati wilayah udara tersebut.
Singapura atas nama Indonesia juga memungut route charge dari operator penerbangan yang melintasi ruang udara tersebut, tetapi hal tersebut hanya berlaku untuk sektor A, sedangkan sektor B dan C belum diatur dalam perjanjian tersebut. (FP)