TERASBATAM.ID: Memperingati Hari Raya Nyepi dan tahun baru 1945 Saka, sekitar 600 umat Hindu mengikuti persembahyangan bersama dalam rangka upacara Tawur Agung Nyepi 1945 Saka di Pura Agung Amerta Buana, Seiladi, Batam, Selasa (21/03/2023).
Sebagai salah satu rangkaian juga digelar Pawai Ogoh-ogoh yang mengambil rute dari Pura Agung Amerta Buana hingga di depan Universitas Internasional Batam (UIB), pawai Ogoh-Ogoh tahun ini merupakan yang pertama kalinya kembali digelar sejak vakum karena Covid-19.
Ketua Parisada Hindu Dharma Kepri I Wayan Catra Yasa mengatakan, Ogoh-Ogoh merupakan budaya yang harus dilestarikan. Ogoh-ogoh adalah penggambaran hal-hal buruk atau antara murka dalam diri manusia yang kemudian diarak sebagi simbol penguasaan dunia.
“Usai diarak nanti dibakar. Biarkan dia menguasai dunia sebentar. Karena Ogoh-ogoh ini adalah simbol dari kekuatan negatif manusia,” kata Wayan.
Ogoh – Ogoh dilambangkan sebagai bhuta kala yang merupakan gambaran sifat buruk manusia (sad ripu) seperti marah, iri, lobha, serakah, bingung dan lain sebagainya. Setelah selesai diarak ogoh-ogoh ini akan dibakar sebagai simbol bahwa manusia telah membakar sifat buruk manusia sehingga pada esok harinya umat Hindu tenang dalam melaksanakan Catur Brata Penyepian.
Dalam sastra disebutkan pula bahwa pawai ogoh – ogoh juga membantu para bhuta kala meningkatkan kualitas kesuciannya sehingga bhuta kala menjadi nyomya atau somya.
Umat Hindu mulai merayakan Nyepi dengan mengedepankan empat pengendalian diri, pertama tidak boleh menyalahkan api (amatigeni), tidak melakukan aktivitas apapun (amatikarya), tidak boleh berpergian (amatilelungan) dan tidak menikmati hiburan (amatilanguan).
“Keempat itu punya filosofi tersendiri. Dengan tujuan untuk pembersihan diri,” kata Wayan.
Pawai Ogoh-Ogoh yang digelar untuk pertama kalinya setelah dua tahun terhenti karena wabah Covid-19 mendapat perhatian dari masyarakat untuk menyaksikannya.