TERASBATAM.ID: Informasi hoax atau palsu sudah sedemikian parah dan massif, kita seperti terbelenggu untuk terus melakukannya dan menuruti apa maunya. Era post truth menjadikan sebuah informasi yang salah sebagai sebuah kebenaran.
Beberapa hari lalu kami mengunjungi seorang rekan yang sakit ke rumahnya, kami adalah tamu yang kesekian yang berkunjung ke rumah sahabat tersebut. Cukup banyak yang mendatangi rumahnya begitu kabar tentang dirinya sakit menyebar. Karena orang baik banyak koleganya merasa prihatin dan empati terhadap kondisi kawan ini.
Saat berkunjung, kami harus menunggu karena sahabat tersebut sedang berada di kamar kecil, dan butuh waktu yang tidak sebentar untuk urusan di “kamar kecil” itu. Kami sabar menunggu untuk melihat secara langsung kondisinya.
Saat bertemu, tentu kata-kata pemberi semangat disampaikan kepadanya, agar tetap optimis melihat kondisi apapun. Kemudian berlanjut soal perbincangan “ngalor-ngidul dengannya. Sebelum kami berkunjung, ada beberapa situs berita online yang memberitakan tentang pejabat penting di daerah yang mengunjunginya.
Tentu atas peristiwa ini kami cukup senang dalam arti empati dan perhatian pejabat itu cukup besar terhadap sahabat dan profesinya.
“Jadi datang pejabat itu menjengukmu?” tanyaku.
“tidak bang, Cuma si apa itu saja yang datang,” katanya.
“tapi sempat komunikasi via telpon atau video call kah?,” tanyaku lagi penasaran.
“tidak juga bang. Sudah di WA beberapa kali dan di telpon tapi tidak direspon oleh seseorang yang datang mewakilinya,” katanya lagi.
Mendengar keterangannya sedikit terperanjat, informasi dan fakta di lapangan kok jadi Berbeda dengan informasi yang disampaikan pada berita-berita media online yang menyebutkan seolah-olah ada komunikasi “direct” atau langsung antara sang pejabat dan sang sahabat, atau dengan sebutan lain seolah-olah dari judul pejabat itu datang mengunjunginya.
Mau heran tapi ini negeri +26, mau sedih ? tapi ini semuanya dalam kondisi yang memprihatinkan sehingga kebenaran dan fakta hanya sebuah pilihan bukan keharusan. Dalam hati hanya bisa berharap semoga era yang menjadi antah berantah ini segera berakhir, karena terlalu tak elok jika semua lini informasi menjadi objek kebohongan, bahkan untuk orang yang sedang menderita pun tak masalah di “bayam-kangkung” kan.
Fadli Pangestu
*Penikmat kuliner dan bahan bacaan