TERASBATAM.ID: Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Batam Rahmad menilai Badan Pengusahaan Batam seperti membenturkan masyarakat tempatan dengan investor yaitu PT Makmur Elok Graha (MEG). Masyarakat tempatan menolak permintaan relokasi dari kampung tua untuk kepentingan investasi perusahaan milik pengusaha Tomy Winata tersebut.
Anggota Komisi II DPRD Kota Batam Rahmad kepada www.terasbatam.id, Kamis (11/05/2023) mengatakan, pihaknya akan menyampaikan kepada pimpinan DPRD Batam untuk mempertanyakan masalah pengalokasian kampung-kampung tua di Rempang untuk investor oleh pemerintah daerah.
“biar jelas dan terang benderang. Masyarakat saat ini sangat kecewa,” kata Rahmad.
Menurut Rahmad, dari awal masyarakat setuju pengembangan Pulau Rempang, asalkan 16 kampung tua yang ada tidak direlokasi.
“Yang kita sayangkan selama ini dari Pemerintah memberikan PL (Penetapan Lokasi) di kampung tua, padahal itu sudah ratusan tahun orang tinggal disana. Itu yang kita sangat kecewa,” kata Rahmad.
Rahmad sendiri mengaku berasal dari daerah tersebut, di daerah tersebut juga terdapat pemilih dan anggota legislative yang terpilih dari proses pemilu, hal ini menunjukkan bahwa masyarakat disana telah memiliki eksistensi.
“Jelas disini ada orang sini menjadi anggota DPRD, ada orang yang dipilih dan memilih, artinya ada orangnya. Kenapa kampung tua diberikan PL, itu menjadi pertanyaan kita, aneh. Mestinya pemerintah tahu bahwa disini ada kecamatan, ada pusat pemerintahan, ada danramil, polsek dan sekolah-sekolah, kenapa ini tidak pandang semua ini. Ini menjadi pertanyaan kita,” kata Rahmad.
Menurut Rahmad, kondisi masyarakat saat ini seperti dibenturkan dengan investor.
“jadinya seperti itu, pemerintah tidak nyambung kepada masyarakat. Pak Lurah juga mengaku tidak tahu yang mana saja direlokasi,” kata Rahmad.
Sementara itu Direktur PT MEG Trijono menanggapi penolakan warga untuk direlokasi mengatakan, format yang dimiliki perusahaanya sebagai pengembang ialah bagaimana menyikapi sikap masyarakat yang menolak untuk melakukan musyawarah.
“tentu masyarakat harus ada musyawarah dan mufakat, harus bertemu dulu,” kata Trijono yang hadir dalam halal bihalal yang digelar masyarakat Rempang, Kamis (11/05/2023).
Ketua Kerukunan Kekerabatan adat Tempatan (Keramat) Pulau Rempang Galang Gerisman Ahmad mengatakan, pada tahun 2004 awal pemekaran di Pulau Galang dan Rempang sudah ada penduduk sekitar 10.000 orang yang tersebar di 16 Kampung Tua, sebagian besar dihuni oleh warga suku melayu sejak 1834.
“Jadi warga menolak keras direlokasi dari kampung leluhur mereka yang telah menetap dan dimakamkan disini, jauh sebelum kemerdekaan Indonesia apalagi pembentukan Otorita Batam ya,” kata Gerisman saat menerima kunjungan Ketua Komisi II DPRD Kepri yang membidangi Investasi dan pengembang wilayah Provinsi Kepri Wahyu Wahyudin bersama warga yang lain.
Gerisman pernah menjabat sebagai Kepala Desa pulau Galang saat masih berada dalam Kecamatan Bintan Selatan Kabupaten Kepulauan Riau meminta kepada Badan Pengusahaan (BP) Batam untuk bertanggungjawab kepada masyarakat disana.
“Seharusnya PT MEG itu tidak langsung berhadapan dengan warga disini, kami seharusnya berhadapan dengan pemerintah kota atau BP Batam,” kata Gerisman.
Gerisman menegaskan, bahwa terkait rencana investasi PT MEG di pemukiman mereka sepanjang tidak merugikan keberadaan warga pihaknya tidak mempersoalkan, namun jika warga harus digusur dan direlokasi ke wilayah lainnya, mereka sepakat untuk menolak pindah.