TERASBATAM.ID: Pagi hari di Kampung Sembulang, Kelurahan Sembulang, Kecamatan Galang, Minggu (21/7/2024), berbeda dari biasanya. Ratusan warga Melayu pesisir Pulau Rempang berkumpul, bahu membahu menggelar aksi penolakan relokasi.
Spanduk-spanduk bertuliskan “Tolak Relokasi Harga Mati” terbentang di sepanjang pantai, menggemakan tekad mereka untuk mempertahankan kampung halaman. Tak hanya aksi, kemeriahan juga mewarnai kegiatan ini. Sayur mayur hasil bumi Pulau Rempang dibagikan gratis, dan hidangan makan siang disiapkan untuk seluruh peserta.
“Pembagian hasil bumi ini menunjukkan bahwa Pulau Rempang kaya dan mampu menghidupi warganya,” kata Nia, salah satu warga.

Penolakan ini kian menegaskan sikap mayoritas warga, khususnya dari lima kampung terdampak tahap pertama relokasi (Belongkeng, Pasir Panjang, Sembulang Hulu, Sembulang Tanjung, Sembulang Camping, dan Sembulang Pasir Merah). Kampung-kampung ini telah menjadi rumah bagi masyarakat Melayu Rempang selama ratusan tahun.
Semangat penolakan ini tak hanya datang dari kampung terdampak. Hampir seribu warga dari seluruh Pulau Rempang terlibat aktif dalam aksi tolak relokasi pada malam Hari Raya Iduladha 2024 lalu.
“Kampung kami adalah hak kami. Kami tolak relokasi harga mati,” tegas Mak Aweu, salah satu tokoh adat Rempang.
Lebih dari sekadar tempat tinggal, kampung-kampung di Pulau Rempang ini adalah ruang hidup yang menampung identitas Melayu dan menjadi wadah kegiatan sosial budaya. Bagi mereka, relokasi bukan hanya tentang kehilangan tempat tinggal, tetapi juga hilangnya warisan budaya leluhur.
“Kampung-kampung ini harus dikembangkan, bukan dihilangkan,” ujar Mak Aweu.
Penolakan ini kian memanas dengan adanya pematokan lahan tanpa sepengetahuan warga, intimidasi, dan dirusaknya tiang listrik di Kampung Sembulang Hulu. Kehadiran tim BP Batam yang mondar-mandir pun membuat warga tak nyaman.
“Kondisi ini memaksa kami berjaga siang malam,” kata seorang warga.
Di tengah gejolak ini, Menteri Koordinator Ekonomi Airlangga Hartanto menegaskan bahwa PSN Rempang Eco City dan KEK Galang Batang terus berjalan. Ia meminta forkopimda untuk terus berkoordinasi dan kementerian terkait untuk menyelesaikan proses perizinan dan hak pengelolaan lahan.
Namun, bagi warga Rempang, masa depan kampung mereka lebih penting dari ambisi pembangunan besar. Mereka siap berjuang mempertahankan hak dan warisan budaya mereka, dengan tekad “Tolak Relokasi Harga Mati”.


