TERASBATAM.id – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Batam, Muhammad Kamaluddin segera memanggil Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Batam Gustian Riau. Pemanggilan ini terkait dengan Fuel Card 5.0 untuk pembelian BBM subsidi jenis Pertalite yang akan diterapkan di masyarakat.
“Saya baru mendengar kemarin ada pertanyaan mengapa harus ada dua kartu. Dari Pertamina ada lalu Disperindag juga ada. Kami ketika dihadapkan dengan suatu kebijakan tentu harus dasar alasan yang jelas berbasis data kegunaan dan fungsinya,” kata Kamal, Rabu (22/1/2025) diruang kerjanya.
Kamal melanjutkan dalam pemanggilannya, akan melibatkan Komisi I dan Komisi II DPRD Kota Batam. Pihaknya akan meminta Disperindag menjelaskan pemanfaatan Fuel Card 5.0.
“Saya belum mengetahui itu, maka saya minta ke Komisi II dan I DPRD Batam bersama Disperindag meminta penjelasan apa yang menjadi target akan kebijakan tersebut,” kata Kamal, namun belum dapat merincikan jadwal pemanggilan tersebut.

Kamal berharap Pemerintah Kota (Pemko) Batam dalam menjalankan suatu kebijakan harus dikaji banyak hal yang mengikuti rasa keadilan dan keamanan masyarakat. Kalau adil akan menjadikan masyrakat lebih bagus dan senang.
“Masalahnya dengan hadirnya dua kartu itu masyarakat justru mengeluh, lalu saya mengintruksikan ke komisi II untuk mengundang Disperindag Batam untuk memberikan penjelasan,” katanya.
Sementara itu salah seorang warga di Perumahan Sukajadi Batam Didik H mengaku sangat heran dengan kebijakan Disperindag Batam yang terkesan ngotot agar kartu Fuel Card 5.0 untuk BBM jenis Pertalite itu diterapkan.
“Padahal soal BBM itu sepenuhnya menjadi otoritas Pertamina untuk mengatur distribusinya. Saya sendiri sudah memiliki Kartu My Pertamina dengan metoda pembayaran berbagai bank. Itu saya kira sudah cukup,” kata Didik.
Menurut Didik, Fuel Card Made In Batam yang dimonopoli oleh 3 Bank saja dalam system pembayarannya menimbulkan tanda tanya yang besar, apalagi ditengah era digital saat ini yang menuntut fleksible dan terbuka dalam system pembayaran dan informasi.
“saya ragu kalau disebutkan dari 24 Bank yang ada di Batam Cuma 3 saja yang siap untuk melayani Fuel Card ini,” kata Didik.
Menurutnya, selain beban biaya tambahan dengan judul biaya administrasi sebesar Rp 20.000 per bulan, seharusnya Disperindag juga berpikir bahwa akan ada biaya tambahan dari warga yang melakukan transfer atau mengisi saldonya dari bank lain diluar 3 bank tersebut, yaitu biaya transfer.
“artinya untuk membeli BBM Pertalite ini beban biaya tambahannya diakumulasikan cukup besar. Saya baca bisa dikumpulkan setahun Rp 63 Miliar. Itu bukan jumlah yang kecil,” kata Didik.
Menurut Didik, sangat aneh jika Fuel Card Made In Batam itu menjadi Pilot Project Nasional, sebab sangat tidak mungkin itu diterapkan di daerah lain, terutama di Jawa. Dengan kuota per hari sebesar 30 Liter untuk mobilitas kendaraan yang tinggi disana itu akan menimbulkan kegaduhan nasional.
“Kalau di Batam ini tidak pernah kita lihat ada antrian pembelian BBM Pertalite, jadi alasan yang disampaikan oleh Disperindag terlalu mengada-ngada. Lagian konsumsi kendaraan pribadi rata-rata paling 50 liter per minggu itu sudah banyak sekali. Jadi data yang disampaikan Disperindag itu terlalu absurd. Mending beliau urus saja distribusi gas melon 3 kilo itu dulu dengan benar daripada menambah beban biaya yang akan ditanggung Masyarakat,” kata Didik yang juga penggiat otomotif sehingga sangat paham soal konsumsi bahan bakar kendaraan.
Sebelumnya Anggota Komisi II DPRD Kota Batam, Mangihut Rajagukguk kepada www.terasbatam.id, Jumat (17/01/2025) menyatakan kekecewaannya terhadap kebijakan tersebut karena adanya beban biaya sebesar Rp 25.000 yang ditanggung Masyarakat yang dinilai memberatkan.
“Kami Komisi 2 sudah bertemu dengan Pertamina ternyata tidak ada aturannya seperti itu dan pertamina juga tidak setuju. Kami akan memanggil Disperindag dalam waktu dekat,” kata Manghiut.
[rma]


