TERASBATAM.id – Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Batam mengeluarkan surat edaran yang menginstruksikan agar acara perpisahan siswa sekolah diselenggarakan di lingkungan sekolah, bukan di hotel atau tempat mewah lainnya. Kepala Disdik Batam, Tri Wahyu Rubianto, menegaskan hal ini saat diwawancarai pada Senin (21/04/2025).
Tri Wahyu menjelaskan bahwa fasilitas sekolah di Batam dinilai sudah memadai dan layak untuk menggelar acara perpisahan. Meskipun pelaksanaannya di sekolah akan membutuhkan upaya lebih besar dari pihak sekolah dalam hal perencanaan, kepanitiaan, hingga kebersihan, namun langkah ini diambil untuk menghindari biaya tinggi yang berpotensi membebani orang tua atau wali murid.
“Lokasinya harus di sekolah, usahakan di Sekolah. Jadi saya minta kepada Kepala Sekolah dan Guru, kalau seandainya memang ada yang ingin menyelenggarakan ini usahakan di Sekolah. Sekolah kita cukup dan baik kok,” ujar Tri Wahyu.
Lebih lanjut, Tri Wahyu menekankan pentingnya prinsip inklusivitas dalam penyelenggaraan acara perpisahan. Ia tidak ingin ada siswa yang merasa tertinggal atau terbebani secara ekonomi. Oleh karena itu, jika acara tetap dilaksanakan, pihak sekolah diminta untuk merangkul seluruh siswa, termasuk yang kurang mampu, tanpa membebani mereka dengan biaya.
“Konsekuensinya biaya kan, biaya yang muncul, dalam kegiatan ini saya katakan, harus bisa merangkul semua anak yang ada, tidak boleh ada anak yang ditinggalin, jadi kalau mau dilaksanakan juga, buat yang tidak mampu jangan dibebani, diajak mereka dirangkul,” tegasnya.
Tri Wahyu juga menginstruksikan agar peran kepala sekolah dan guru dalam kepanitiaan acara perpisahan dibatasi sebagai undangan saja. Ia mendorong agar komite sekolah yang mengambil peran utama dalam perencanaan dan pelaksanaan acara. Hal ini bertujuan agar komite sekolah sebagai representasi orang tua dapat lebih memahami kondisi ekonomi wali murid.
“Kepala sekolah dan guru hanya sebagai undangan saja, yang bekerja biar semuanya Komite, bukan dari pihak sekolah. Karena apa? Yang tahu itu terbebani atau tidak mereka sendiri bukan dari guru. Makanya dalam surat edaran kami sebutkan jangan sampai membebani Masyarakat atau orang tua atau Wali Murid,” jelasnya.
Menanggapi respons sekolah terhadap surat edaran tersebut, Tri Wahyu menyatakan bahwa sejauh ini responsnya positif. Namun, ia menyadari bahwa terkadang komite sekolah tetap ingin menyelenggarakan acara di luar sekolah. Dalam situasi seperti itu, ia menekankan agar pihak sekolah tetap berpegang pada surat edaran yang telah dikeluarkan.
“Respon dari sekolah sejauh ini positif, Cuma masalahnya kan Komitenya ini tetap ingin melaksanakan seperti itu, saya tekankan laksanakan saja sesuai dengan Surat Edaran yang sudah kita keluarkan. Di dalam surat edaran itu disebutkan bahwa keberpihakan pemerintah kepada anak-anak yang tidak mampu baik itu secara materi maupun secara psikologi dampaknya sudah kita pertimbangkan,” katanya.
Tri Wahyu mencontohkan dampak psikologis yang mungkin timbul jika ada siswa yang tidak dapat mengikuti acara perpisahan di tempat mewah karena keterbatasan ekonomi. “Bayangkan jika dalam suatu acara perpisahan ada anak yang ditinggalin, pasti akan ada beban psikologis, meskipun yang bersangkutan bukan berasal dari keluarga yang tidak mampu. Maka saya katakan libatkan, subsidi satu sama lain,” ujarnya.
Ia menyarankan agar pihak sekolah membuka opsi gotong royong bagi orang tua atau wali murid yang mampu untuk membantu meringankan biaya acara perpisahan yang dilaksanakan di sekolah.
Terkait pengawasan, Tri Wahyu menyatakan bahwa pihaknya akan memediasi jika terjadi konflik antara pihak sekolah dan komite terkait pelaksanaan acara perpisahan. “Jika ada konflik kita akan pertemukan dulu, sebelum itu terjadi. Saya sudah melakukan beberapa kali pertemuan antara orang tua murid dan komite serta guru. Saya mau pastikan bahwa mereka tidak membebani orang tua dan wali murid,” pungkasnya.
[kang ajank nurdin]


