TERASBATAM.ID: Singapura tidak akan lagi memiliki lapangan golf publik setelah tahun 2024. Penutupan Lapangan Golf Eksekutif Mandai pada akhir tahun ini akan menandai berakhirnya era golf publik di Singapura.
Imbas tutupnya lapangan golf di Singapura, ternyata membawa dampak positif terhadap wisata golf Indonesia. Kedekatan geografis serta terdapat lebih dari 10 Lapangan Golf di Batam dan Bintan menjadi peluang terbaik untuk menarik golfer dari negara tetangga itu untuk datang dan bermain golf.
Ketua Perhimpunan Pegolf Senior Indonesia (PERPESI) Perpesi Batam – Kepri Periode 2024 – 2029, Taba Iskandar menyebutkan bahwa penutupan lapangan golf public di negara tetangga itu berdampak positif bagi Batam yang dikenal sebagai salah satu surga lapangan golf di Indonesia karena memiliki banyak pilihan.
“Ini kabar baik bagi kita, karena sebenarnya Batam ini bisa di bilang surga golf. Banyak lapangan golf dan ini bagian dari destinasi wisata,” tutur pria yang menjabat sebagai Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kepri ini.
Lokasi Kota Batam yang berdekatan dengan Singapura membuat para Golfer asal Singapura tidak enggan untuk bermain Golf di Kota Batam. Selain itu, rate harga juga lebih murah dari Singapura dan juga daerah-daerah Indonesia lainnya.
Ia mencontohkan misalnya di Jakarta, para Golfer susah dapat slot main. Karena jumlah Golfer lebih banyak. Bahkan harganya juga mahal.

“Kalau di Batam Weekday harga sangat bersaing dan menjanjikan. Maka saya selaku Ketua Himpunan Golf senior memanfaatkan itu. Dan di Batam sangat banyak lapangan golf. Weekend Jumat sampai minggu kita ramai. Lapangan penuh. Kalo gak booking duluan ya sulit dapat lapangan juga,” katanya
Taba menilai kondisi ini sangat menggairahkan dan sangat menjanjikan bagi devisa negara. Terutama di sektor pariwisata olaharaga.
“Makanya kita dering mengadakan PGI dan bersama golf lain mengadakan event seperti ini untuk menjaring golfer dari luar. Agenda jni rutin setiap bulan di adakan,” kata Taba.
Sebelumnya diberitakan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno melihat adanya peluang wisata golf Indonesia yang meningkat, imbas tutupnya lapangan golf di Singapura.
“Kepri .paling berpeluang. Punya 10 lapangan golf dan kami mendorong golf tourism karena di Singapura semakin mahal, tidak terjangkau,” ujarnya saat berada di Batam.
Selain lokasi Kepri yang tak jauh dari Singapura, Sandiaga juga melihat kesiapan lapangan golf di pulau ini sebagai salah satu tujuan wisata olahraga.
Ia menyebutkan, saat ini ada tiga lapangan golf di Bintan yang sebentar lagi bertambah satu, serta tujuh lapangan golf di Batam.
Penutupan lapangan golf 18 lubang di Singapura ramai diberitakan pada Juni 2024. Dikutip dari The Business Times, pembangunan kembali lahan untuk perumahan menjadi alasan tutupnya lapangan golf di Singapura.
Sebab, minimnya ketersediaan jumlah rumah membuat harga sewa rumah di Singapura menjadi tidak terjangkau.
Berikut beberapa alasan penutupan lapangan golf publik di Singapura:
- Keterbatasan lahan: Singapura adalah negara kecil dengan lahan yang terbatas. Pemerintah perlu memprioritaskan penggunaan lahan untuk kebutuhan yang lebih mendesak, seperti perumahan, infrastruktur, dan ruang hijau publik.
- Biaya tinggi: Pemeliharaan lapangan golf publik bisa mahal. Biaya ini termasuk air, pupuk, pestisida, dan gaji staf.
- Penurunan popularitas: Golf semakin tidak populer di kalangan anak muda. Banyak orang yang menganggap golf sebagai olahraga yang mahal dan memakan waktu.
- Alternatif lain: Ada banyak alternatif lain untuk olahraga dan rekreasi di Singapura, seperti taman, pusat kebugaran, dan jalur jogging.
Meskipun lapangan golf publik di Singapura akan ditutup, masih ada beberapa pilihan bagi mereka yang ingin bermain golf. Ada beberapa klub golf swasta di Singapura, dan beberapa di antaranya menawarkan paket keanggotaan yang relatif terjangkau.
Selain itu, ada juga beberapa lapangan golf di negara tetangga Malaysia yang dapat diakses oleh penduduk Singapura dalam waktu singkat.
Penutupan lapangan golf publik di Singapura merupakan akhir dari sebuah era, tetapi ini juga merupakan kesempatan untuk mempertimbangkan kembali bagaimana negara tetangga itu menggunakan lahan dan sumber dayanya lebih efesien dan efektif.
[Laporan : RMA]


