TERASBATAM.ID – Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) menggelar Rapat Kerja (Raker) 2025 di Kampus Galileo, Batam, Sabtu (24/05/2025). Kegiatan ini fokus pada penguatan peran pers dalam mengawal isu ekonomi dan pentingnya perlindungan hukum bagi jurnalis. Raker yang dikemas dalam bentuk silaturahmi dan dialog publik ini mengangkat semangat “SPARTA” (Solidaritas, Profesionalisme, Akurasi, Tanggung jawab, dan Amanah).
Dalam sesi diskusi, Ekonom Universitas Internasional Batam (UIB) yang juga mantan jurnalis harian Bisnis Indonesia, Suyono Saputro, menyoroti peran krusial wartawan dalam mengkritisi data ekonomi pemerintah. Ia menekankan perlunya jurnalis untuk tidak sekadar menerima rilis, namun aktif menelusuri dan memverifikasi indikator pertumbuhan ekonomi dan sumber datanya.
“Angka pertumbuhan ekonomi 7 persen itu harus ditelusuri. Apa indikatornya? Dari mana datanya? Apakah karena konsumsi masyarakat, investasi, atau belanja pemerintah? Semua harus dikroscek,” tegas Suyono.
Suyono juga menyoroti pentingnya pengawalan serius terhadap proyek investasi besar seperti Rempang. Ia mendesak adanya transparansi dan pemutakhiran data investasi untuk memastikan masyarakat tidak “terjebak dalam wacana” dan pembangunan berjalan berkeadilan. Ia mengingatkan bahwa wartawan dan pemerintah harus siap menghadapi tantangan global, termasuk persaingan ekonomi dengan negara tetangga seperti Singapura dan Johor, Malaysia.
Advokasi Hukum dan Kriminalisasi Jurnalis
Isu serius mengenai kriminalisasi terhadap wartawan atas produk berita yang mereka hasilkan turut menjadi pembahasan utama. Praktisi hukum senior Nur Wafiq Warodat, SH, yang sebelumnya cukup dikenal sebagai advokat resmi APINDO Kepri, memaparkan urgensi perlindungan hukum bagi jurnalis.
Nur Wafiq menegaskan, wartawan yang menjalankan tugas jurnalistiknya seharusnya dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, bukan dijerat dengan undang-undang lain seperti UU ITE. Menurutnya, seperti halnya jaksa atau hakim yang tunduk pada undang-undang profesinya, jurnalis pun demikian. Ia menambahkan, secara ideal, yang dapat dimintai pertanggungjawaban jika terjadi sengketa berita adalah perusahaan pers, bukan individu wartawan.
Tren pelaporan terhadap wartawan, menurut Nur Wafiq, seringkali disebabkan minimnya pemahaman tentang regulasi pers, baik di kalangan aparat hukum maupun masyarakat. Oleh karena itu, edukasi hukum pers berkelanjutan menjadi sangat penting.
Nur Wafiq membagikan sejumlah tips agar produk jurnalistik tetap berada dalam koridor hukum:
- Memastikan media berbadan hukum, karena perlindungan UU Pers hanya berlaku bagi wartawan yang bekerja di media yang memenuhi syarat sebagai perusahaan pers.
- Berita harus berbasis fakta, bukan asumsi atau opini yang menyudutkan.
- Patuhi Kode Etik Jurnalistik sebagai landasan utama yang memperkuat posisi hukum jurnalis.
Dengan disorotnya isu ini dalam Raker PWI Kepri 2025, PWI menegaskan komitmennya untuk terus memperjuangkan hak-hak wartawan dan memperkuat literasi hukum dalam dunia pers demi menciptakan ekosistem informasi yang sehat, bertanggung jawab, dan berpihak pada publik.


