Pasca Eksport Babi ke Singapura Terhenti, 350 Pekerja Peternakan Menolak PHK

TERASBATAM.ID: Sekitar 350 pekerja peternakan milik PT Indo Tirta Suaka (ITS) di Pulau Bulan, Batam, Kepulauan Riau, menolak kebijakan pihak perusahaan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak pasca terhentinya eksport babi ke Singapura karena wabah virus African Swine Fever (ASF) yang menyebar disana sejak setahun terakhir.

Ketua Perwakilan Pekerja Virgil Rutu , Rabu (27/03/2024) mengatakan, sejak 21 Maret 2024 lalu ratusan pekerja melakukan aksi mogok kerja atas kebijakan pihak perusahaan yang secara mendadak mengirim surat skorsing dan PHK kepada para pekerja.

“Salah satu yang akan di PHK saya, dan menurut informasi managemen kebijakan PHK akan dilakukan secara bertahap demi alasan efesiensi karena eksport babi ke Singapura sudah terhenti dalam setahun terakhir ini,” kata Virgil.

Menurut Virgil, pasca terhentinya eksport babi ke Singapura, kondisi para pekerja selama ini tetap beraktivitas seperti biasa, namun jam kerja dikurangi, tetapi tidak ada tanda-tanda pihak perusahaan akan melakukan PHK terhadap mereka yang rata-rata sudah bekerja antara 10 hingga 30 tahun.

“Pihak managemen hanya akan memberi pesangon sebesar 0,5 persen dari masa kerja, sementara kami minta agar diberikan sebesar 1,7 persen. Sampai saat ini belum ada titik temu lagi,” kata Virgil yang bekerja di bagian produksi.

Edy Rony Sihombing, pekerja lainnya menyebutkan bahwa sejak setahun ini pihak perusahaan memang masih berjuang untuk terbebas dari virus ASF.

“Saat ini populasi babi di peternakan tinggal 12.000 ekor,” kata Edy.

Menurut Edy, sejak terhentinya eksport babi ke Singapura pada April 2023 lalu, peternakan PT ITS hanya focus memenuhi atau menyuplai kebutuhan lokal Batam sebesar 50 – 60 ekor per hari yang dikirim ke Rumah Potong Hewan (RPH).

“jumlah produksi itu tidak cukup secara ekonomi, tetapi kami nilai PHK juga bukan kebijakan yang ideal, karena selama puluhan tahun perusahaan untung atas eksport babi yang cukup besar ke Singapura,” kata Edy.

Para pekerja PT ITS ini kini memilih bertahan di Pelabuhan Sagulung, dermaga tempat biasa mereka berangkat menuju Pulau Bulan, tempat peternakan babi. Mereka tidak diperkenan lagi memasuki wilayah Pulau Bulan hingga keputusan PHK diterima oleh mereka.

Menurut Virgil, saat ini pihaknya sudah melaporkan kasus PHK tersebut kepada Dinas Tenaga Kerja Batam dan saat ini disarankan untuk diselesaikan secara bipartite.

“Kita menunggu bertemu pihak perusahaan, dan kawan-kawan memilih bertahan disini, mogok kerja,” kata Virgil.

Sementara itu Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Batam Rudy Syakyakirty mengatakan, Bipartit pertama sudah digelar pada 25 Maret 2024 lalu antara Pekerja, Perusahaan dan Disnaker Batam dan belum menemukan titik terang.

“Akan kita gelar bipartite kedua untuk mencari solusi terbaik, masih dijadwalkan. Sampai saat ini belum ada keputusan,” kata Rudy.

Sementara itu Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Kesehatan Hewan Provinsi Kepri Rika Azmi mengatakan bahwa hingga saat ini memang babi dari peternakan PT ITS di Pulau Bulan belum diperkenankan melakukan eksport ke Singapura.

“hingga saat ini mereka belum melakukan eksport. Kalau melakukan eksport wajib untuk menyampaikan kepada kami,” kata Riza.

Kronologi Kejadian:

  • April 2023: Ekspor babi ke Singapura terhenti akibat virus ASF.
  • 21 Maret 2024: Pekerja peternakan ITS melakukan mogok kerja setelah menerima surat skorsing dan PHK.
  • 25 Maret 2024: Bipartit pertama antara pekerja, perusahaan, dan Disnaker Batam digelar, namun belum menemukan titik terang.

Tindakan yang Telah Diambil:

  • Dinas Tenaga Kerja Kota Batam telah memfasilitasi bipartit antara pekerja, perusahaan, dan Disnaker.
  • Bipartit kedua akan dijadwalkan untuk mencari solusi terbaik.

Situasi Saat Ini:

  • Para pekerja yang mogok kerja memilih bertahan di Pelabuhan Sagulung.
  • Ekspor babi dari peternakan ITS di Pulau Bulan ke Singapura masih belum diperkenankan.

Dampak:

  • Mogok kerja ini dapat berdampak pada perekonomian lokal di Batam.
  • Peternakan ITS mengalami kerugian karena tidak dapat mengekspor babi ke Singapura.

Solusi:

  • Diperlukan solusi yang adil bagi kedua belah pihak, baik pekerja maupun perusahaan.
  • Pemerintah dapat membantu memfasilitasi dialog antara pekerja dan perusahaan.