TERASBATAM.ID – Aspirasi India untuk menjadikan pesawat tempur ringan HAL Tejas Light Combat Aircraft (LCA) sebagai produk ekspor pertahanan global menerima tamparan besar. Armenia dilaporkan menggantung rundingan pembelian hingga 20 unit Tejas Mk-1A senilai sekitar USD 1,2 miliar (sekitar Rp 18,7 triliun) menyusul insiden nahas tragis di Dubai Airshow 2025. Perkembangan mendadak ini menimbulkan keraguan serius terhadap kredibilitas operasional dan keandalan Tejas di pasar internasional, khususnya karena Armenia merupakan salah satu pelanggan potensial paling menjanjikan bagi pesawat buatan domestik India tersebut.
Keputusan Armenia untuk menghentikan negosiasi dipicu oleh kecelakaan yang terjadi pada 21 November 2025, yang menewaskan pilot Angkatan Udara India (IAF), Wing Commander Namansh Syal. Nahas tersebut terjadi saat Tejas Mk-1A melakukan manuver aerobatik berisiko tinggi di bawah 500 kaki sebelum kehilangan kendali dan jatuh. Video insiden yang viral memaksa pejabat pertahanan Armenia mengevaluasi kembali kesesuaian Tejas dalam rencana modernisasi militer jangka panjang mereka, terutama untuk menghadapi ancaman Unmanned Combat Aerial Vehicle (UCAV) di tengah meningkatnya ketegangan di kawasan Kaukasus Selatan.
Insiden ini memperbesar perhatian global terhadap program Tejas yang selama ini telah melalui empat dekade pembangunan penuh tantangan, dari isu teknis hingga ketergantungan pada komponen impor seperti mesin General Electric F404. Meskipun dipromosikan sebagai platform multirole generasi 4.5 yang efektif biaya, kecelakaan di pameran kedirgantaraan prestisius seperti Dubai Airshow secara langsung menguatkan persepsi pengguna internasional mengenai risiko berinvestasi pada platform yang dianggap belum sepenuhnya matang operasional.
Dampak komersial dari penangguhan kontrak Armenia sangat signifikan, yang jika terwujud akan menjadi salah satu kontrak ekspor pesawat tempur terbesar dalam sejarah pertahanan India. Selain Armenia, penggantungan ini dikhawatirkan akan mempengaruhi negara-negara lain yang tengah mengevaluasi Tejas, seperti Malaysia, Argentina (yang sebelumnya juga membatalkan penilaian), Mesir, dan Botswana. Pembeli kini diprediksi akan beralih menimbang alternatif lain seperti FA-50 Korea Selatan atau bahkan pesawat tempur yang sudah teruji seperti Rafale Perancis.
Nahas Dubai Airshow menempatkan India dalam dilema strategis. Insiden ini berpotensi merusak citra ’Make in India’ di sektor pertahanan, memperlambat target ekspor, dan secara geopolitik, melemahkan pengaruh India sebagai pemasok baru di Armenia yang kini menjauh dari Rusia. Respon India melalui investigasi yang transparan, peningkatan teknis, dan jaminan keamanan platform akan menentukan masa depan Tejas dan apakah pesawat ini mampu bangkit untuk mencapai kesuksesan ekspor yang diidam-idamkan.
[sumber: www.defencesecurityasia.com]


