Dalam satu fragmen yang ditampilkan oleh Teater Koma pada tahun 1987-an, ada satu cerita mengenai seorang pria sekaligus suami yang dijulukan mr Ongol-Ongol. Penggambaran pria ini tentu saja tidak jauh atau sama persis dengan tampilan kue ongol-ongol di pasar.
Kue Ongol-ongol yang terbuat dari tepung kanji dan berwarna kehitaman itu terlihat seperti keras dari luar, namun jika diamati lebih dalam sebenarnya sudah diketahui juga jika kue tersebut bertekstur lembek.
Secara detil bagaimana Mr Ongol-Ongol yang diperankan oleh salah satu generasi awal teater koma itu bercerita soal bagaimana kehidupan rumah tangga yang dilakoni pasangan suami isteri secara acak kadul. Alias tak tentu arah, karena pemegang komando sebenarnya dan paling dominan adalah sang isteri.
Hingga julukan Mr Ongol-ongol diberikan kepada sang suami, karena sikapnya yang tidak tegas dan tak mampu memimpin sang isteri. Celotehan sang isteri lebih dominan mengiasi rumah tangga mereka dibandingkan anggukan isteri kepada suaminya tanda mengikuti perintah sang suami.
Kemarin saat berada di rumah makan padang paling legendaris di kawasan Benhil, tersaji kue ongol-ongol yang menawan lidah. Tampilannya cukup menggoda, biasanya paling afdol jika disajikan bersama kopi hitam atau Americano dengan kadar air ¾ dari ukuran gelasnya.
Kue Ongol-ongol itu dapat terlahap atau terseruput dengan cepat, buliran kelapanya saja yang membuat agak sedikit seret di tenggorokan, tetapi dengan kopi yang diseruput bersamaan akan membuat semakin terasa renyah.
Saat menatap kue ongol-ongol itu, tetiba teringat pada fragmen mr Ongol-ongol puluhan tahun silam.
Tetapi pada dasarnya ada pesan yang tersirat dari mr ongol-ongol, bahwa Karakter, Integritas dan moral sebenarnya adalah gambaran, apakah kita menemukan lingkungan yang tepat sehingga menghargai keberadaan kita, atau sebuah sudut sampah yang menempatkan kita sebagai serpihannya.
Salam Lantakkan…


