TerasBatam.id: Dahi Prisa Larisa (35) terlihat berkerut saat membaca pesan whatsapp di telepon seluler digenggamannya. Perempuan asal Tasikmalaya, Jawa Barat itu menghela nafas agak panjang sambil memasukkan kembali Iphone 9 itu ke dalam tas miliknya.
“papi sudah tidak bisa kirim uang dulu saat ini, rekeningnya dibekukan oleh dia punya Government,” kata Prisa sambil melahap mie sagu di Mie Tarempa Batam Centre yang sudah terhidang di depannya.
Papi yang dimaksud Prisa adalah seorang pria asal Singapura yang dikenalnya dari sebuah aplikasi pertemanan, walau belum pernah bersua, namun keduanya sudah memadu kasih layaknya suami isteri. Panggilan papi dan mami antara keduanya sudah seperti orang yang menikah secara resmi.
Prisa sendiri bukanlah perempuan berstatus single, dirinya merupakan isteri dengan seorang anak, pekerjaan suaminya juga bukanlah sembarangan, seorang insinyur ahli reclamation land yang saat ini bertugas di Pulau Jawa.
“saya butuh sosok, si papi ini memberikan perhatian tentang banyak hal, terutama uang yang rutin dikirimnya buat jajan saya,” kata Prisa beralasan.
Prisa mengaku bahwa kiriman dari Papi di Singapura itu secara rutin dikirim dua kali seminggu, rata-rata berkisar antara Rp 500 ribu hingga Rp 1 Juta.
“terkadang jika kebutuhan mendadak dan ada keperluan, dia bisa kirim lebih sih, tergantung permintaan,” kata Prisa yang memiliki gelar pendidikan Strata 1 dari perguruan tinggi ternama di Jawa Barat.
Sebagai imbal balik atas perhatian finansial tersebut, Prisa hanya tersenyum saat diminta bercerita soal itu.
“orangnya sudah tua sih, seumuran dengan papa saya,” katanya sambil tertawa kecil.
Prisa pun mengetahui jika Papi yang saban hari menghubunginya melalui panggilan Video Call tersebut memiliki isteri dan anak di Singapura, bahkan selain dirinya, papi tersebut juga memiliki seorang isteri yang sudah menikah secara sirih yang berada di Bintan, Kepulauan Riau.
“si Papi juga tahu kalau saya sudah punya suami, jadi kita sebenarnya saling tahu dan memahami,” katanya.
Si Papi berjanji, menurut Prisa, jika pintu perbatasan antara Batam dan Singapura dibuka kembali untuk perjalanan umum, maka mereka berdua segera bertemu seperti pasangan yang akan berbulan madu.
“rekening bank nya dibekukan saat ini karena terlalu banyak aktivitas mengirimkan uang keluar negeri, terutama ke Indonesia ini, kepada wanita-wanita seperti saya, dia juga bilang uangnya sebagian dikirimkan ke wanita wanita di Arab sana, mungkin pengiriman uang tersebut mencurigakan pemerintah dan akhirnya diselidiki,” kata Prisa.
Ditengah penyelidikan tersebut, papi yang ber-ras melayu tersebut akhirnya tidak lagi mengirimkan uang untuk sementara waktu, sementara bagi Prisa sebenarnya hal tersebut bukan masalah besar, karena dirinya juga memiliki beberapa hubungan dengan pria lainnya dengan pola yang sama.
Prisa sendiri mengaku bahwa suaminya yang jarang pulang ke Batam tidak mengetahui aktivitas “underground” nya itu, terutama menjalin hubungan dengan pria hidung belang dari Singapura.
Dengan penampilan yang mendukung, Prisa dikenal sebagai perempuan yang ramah, supel dan terkesan menjaga akhlaknya.
Paling Suka dipanggil Papi
Apa yang dituturkan oleh Prisa, sudah sebuah cerita lazim yang sering terjadi di Batam, pulau yang berjarak kurang dari 20 Kilometer dari Singapura, dengan ferry cepat waktu yang dibutuhkan sekitar 1 jam.
Seperti hubungan simbiosis mutualisme, saling menguntungkan antara keduanya, si perempuan membutuhkan uang dan si pria membutuhkan kepuasan seksual maka hubungan “acak kadul” itu dapat berlangsung, bahkan diantaranya ada yang sampai menikah resmi. Namun sebagian besar pernikahan seperti itu tidak berlangsung lama.
Pemerintah Singapura sendiri sepertinya menyadari bahwa pria-pria dari negaranya yang saban weekend berwisata ke Batam telah menjadi sasaran empuk para perempuan di Batam. Kesadaran tersebut menyebabkan Pemerintah Singapura membatasi pencairan dana pensiun tidak lagi dapat dilakukan dalam satu kali penarikan, namun diubah dalam beberapa tahap.
Mengapa demikian? Karena banyaknya penarikan dana pensiun yang dilakukan pria-pria tua karena “terikat cinta” dengan perempuan di Batam berakhir tragis. Biasanya jika dana pensiun, jika dirupiahkan bisa menyentuh angkah diatas miliaran ditarik, maka belanja properti adalah hal pertama dilakukan, biasa para perempuan mendesak selain membeli rumah di Batam juga membeli rumah di daerah asalnya.
Jika uangnya telah habis, perlahan namun pasti biasanya hubungan tersebut akan berangsur-angsur berakhir, tentunya dengan nasib pria malang yang harus kembali ke negaranya dengan kantong yang telah jebol, sementara keluarganya disana telah tersakiti.
Seorang perempuan lainnya, Meuza Diangan mengaku bahwa pria-pria dari Singapura paling suka dipanggil dengan sebutan “papi”, terutama yang ber-ras melayu.
“mereka memang jika sudah merasa pacaran atau jadian, paling suka dipanggil papi, dan memanggil si wanita dengan sebutan mami, jadi seolah-olah sudah mirip orang berumah tanggalah,” kata Meuza yang mengaku sangat mengenal pola-pola pergaulan seperti itu.
Menurut Meuza, beberapa kalangan di Batam memang sudah mengetahui bagaimana cara menemukan pria Singapura yang membutuhkan teman wanita yang bukan dari kalangan pekerja seks komersil, tetapi dari wanita rumahan untuk dijadikan “second wife” tidak resmi.
“ada semacam komunitas juga, tetapi lebih pada saling kenal mengenalin, jika dirasakan cocok, maka lanjut. Biasanya soal uang menjadi ukuran paling utama untuk menentukan kelanjutan hubungan, soal penampilan fisik tidak terlalu masalah, karena pertemuan antara keduanya lebih banyak di ruangan tertutup daripada di tempat public,’ kata Meuza.
…..bersambung


