TERASBATAM.ID – India tengah merekonfigurasi struktur komando militernya, dari 17 komando layanan tunggal menjadi sejumlah komando terintegrasi. Langkah ini dipicu oleh eskalasi ketegangan di perbatasan Himalaya dengan Tiongkok dan Pakistan, termasuk insiden militer tahun 2020 di Ladakh timur dan serangan teroris baru-baru ini di Jammu dan Kashmir. Reorganisasi ini bertujuan menciptakan komando teater yang mandiri, dilengkapi dengan personel, persenjataan, dan peralatan untuk pertahanan dan operasi ofensif di wilayah tanggung jawab masing-masing.
Peta jalan restrukturisasi militer India mencakup pembentukan tiga komando teater utama: “komando teater utara” untuk menghadapi ancaman Tiongkok, “komando teater barat” untuk menangani Pakistan, dan “komando teater maritim” yang diperkuat untuk melindungi garis pantai dan wilayah kepulauan India. Selain itu, akan ada “komando pasukan strategis” gabungan tiga matra untuk deterensi nuklir dan komando khusus seperti “komando cyberspace“. Angkatan Laut, sebagai matra terkecil, akan mengalami perluasan signifikan dalam “komando teater maritim”, sementara Angkatan Darat akan tetap fokus pada perbatasan Tiongkok dan Angkatan Udara akan mengendalikan komando teater barat.
Reformasi ini menandai titik balik penting dalam hubungan sipil-militer India, yang telah lama diperdebatkan. Setelah rekomendasi dari berbagai komite pasca-Konflik Kargil 1999, Perdana Menteri Narendra Modi pada tahun 2019 akhirnya mengumumkan penunjukan Kepala Staf Pertahanan (CDS). CDS, seorang jenderal bintang empat, kini memimpin Departemen Urusan Militer (DMA) di bawah Kementerian Pertahanan, memberikan suara dan status yang lebih kuat bagi militer dalam pemerintahan. Meskipun demikian, transisi ke komando teater gabungan masih menghadapi tantangan adaptasi dari masing-masing matra, mengingat perubahan ini adalah arahan langsung dari perdana menteri untuk modernisasi pertahanan India.
Langkah serupa sejatinya telah digagas Indonesia jauh sebelumnya melalui pembentukan Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan). Rencana ini, yang sudah ada sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, memprioritaskan pembangunan Kogabwilhan di wilayah Indonesia bagian barat untuk pengamanan kawasan Laut Cina Selatan. Panglima TNI Jenderal Moeldoko pada Februari 2015 bahkan telah melaporkan rencana ini kepada Presiden Joko Widodo. Kogabwilhan dirancang untuk mengintegrasikan tiga matra TNI (AD, AL, AU) dalam tiga komando wilayah gabungan (barat, tengah, dan timur), bertujuan memelihara pertahanan terpadu guna menjaga teritorial dan kedaulatan NKRI, tanpa menambah jumlah personel TNI.
(sumber: Re-configuring India’s Higher Command – The Diplomat)


