Heriyanto, Balada Penjaga Mercusuar di Pulau Terluar

Menafsir Sepi Sebagai Pilihan

TERASBATAM.ID: Sepi adalah sebuah pilihan sedangkan perasaan kosong hanyalah sebuah mitos, berusaha menafsirkan sepi, jika tidak ingin disebut menipu sepi, menjadi teman hingga ke ujung kehidupan merupakan bagian dari Heriyanto, pria paruh baya yang kini menginjak usia 61 tahun.

Sebelum pensiun pada September 2019, Heriyanto terakhir kali bertugas sebagai Penjaga Mercusuar di Pulau Putri, salah satu pulau terluar yang berhadap-hadapan dengan Negara Singapura dan Malaysia.

“Bulan September 2019 saya pensiun, tuntas sudah masa tugas selama 33 tahun menjaga mercusuar di berbagai pulau terluar, sepi adalah teman sejati saya,” kata Heriyanto beberapa saat lalu.

Pekerjaan sebagai penjaga mercusuar seperti pilihan hidup bagi Heriyanto yang lahir di Tanjungpinang, Kepulauan Riau. Berbekal pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dirinya diterima sebagai penjaga Mercusuar di Pulau Mangkai, Natuna, pada tahun 1986.

Pulau Mangkai yang berhadapan dengan Laut China Selatan seperti kawah candradimuka bagi Heriyanto untuk menguji kemampuannya bertahan pada pekerjaan yang ternyata dilakoninya hingga akhir. Pulau Mangkai saat itu tidak berpenduduk, posisi menara mercusuar berada diatas puncak bukit, sehingga untuk mencapainya dibutuhkan istiharat hingga 3 kali saat dirinya pertama kali tiba disana.

“Pulau Mangkai adalah tempat paling berkesan bagi saya, karena itu daerah penugasan pertama, banyak pengalaman yang saya dapatkan disana. Bertemu dengan hantu untuk pertama kalinya juga disana, tetapi rasa takut tidak ada gunanya lagi di tempat itu, saya harus pasrah dengan apapun,” kata Heriyanto.

Selama bertugas 33 tahun yang ditutup pada bulan September 2019, Heriyanto telah berpindah-pindah hidup di 24 pulau terluar, posisi diawali sebagai teknisi mesin mercusuar yang tugasnya merawat peralatan lampu dan menara, dan jabatan terakhirnya sebagai Kepala Mercusuar di Pulau Putri.

Penghasilan yang didapat pertama kali dengan status sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) golongan I sebesar Rp 25 ribu per bulan, sedangkan pangkat terakhir yang disandangnya merupakan golongan II B dengan gaji pokok sebesar Rp 3 Juta, plus tunjangan kinerja (tukin) dan sebagainya sebesar Rp 4 Juta per bulan, tukin dibayar tidak setiap bulan, tetapi diakumulasikan dalam beberapa bulan.

“seluruh gaji selalu diterima isteri dan anak-anak, mereka tidak tinggal bersama saya, karena susah untuk menjaga anak-anak jika mereka ikut tinggal di dekat mercusuar. Lagian sekolah untuk mereka juga sulit jika berada di Pulau,” kata Heriyanto.

Isteri dan tiga orang puterinya selalu tinggal di Tanjungpinang, dekat dengan keluarga lainnya, sedangkan Heriyanto pulang ke rumah setiap 3 bulan. Biasanya untuk sebuah tempat Mercusuar terdapat 3 hingga 5 petugas, mereka akan bergantian libur untuk pulang ke rumah masing-masing.

“tetapi kini jumlah petugas mercusuar semakin sedikit, karena tidak banyak lagi yang mau bekerja seperti ini.,” kata Heriyanto.

Menurut Heriyanto, diantara petugas interaksinya juga tidak terlalu intensif, karena biasanya di pulau yang tidak berpenduduk, luas bangunan rumah yang disediakan untuk para petugas mercusuar cukup besar, bahkan terkadang dilengkapi dengan ladang atau kebun yang digunakan oleh petugas mercusuar untuk bercocok tanam mengisi waktu luang.

“tugas utama kita ialah merawat agar mercusuar tetap menyala sesuai waktunya,” kata Heriyanto.

Bekerja sebagai penjaga mercusuar yang dilakoni oleh Heriyanto merupakan jejak yang diikuti dari ayahnya yang juga sebelum era kemerdekaan sudah menjadi penjaga mercusuar.

“mercusuar yang ada di Kepri ini sebagian dibangun sejak zaman Belanda, tetapi bentuknya lebih seperti menara komunikasi saja, tidak seperti umumnya menara mercusuar di Jawa yang berbentuk bangunan tinggi,” kata Heriyanto.

Ukuran Mercusuar paling maksimal memiliki tinggi 40 meter dengan jangkauan pengelihatan hingga 30 mil laut, namun jika mercusuar berada diatas puncak bukit maka daya jangkau visualnya mencapai 60 meter.

Para petugas mercusuar semuanya memiliki kemampuan membaca tanda-tanda bendera di kapal atau lampu yang dinyalakan oleh kapal, semua lampu dan bendera di kapal memiliki arti.

“pernah suatu hari kami kehabisan bahan bakar, kami pasang bendera diatas menara, tidak berapa lama sebuah kapal mampir memberikan minyaknya, itu memang sudah hukumnya di laut bahwa tidak boleh mengabaikan tanda yang dipasang oleh suatu pihak,” kata Heriyanto.

 

Menyelamatkan Harta dan Nyawa

Menyelamat harta dan nyawa, adalah motto yang dipegang teguh oleh para petugas mercusuar di seluruh Indonesia, karena motto tersebut terkait dengan tugas pokok dan fungsi dari mercusuar.

Mercusuar berfungsi sebagai sarana alat bantu navigasi pelayaran bagi kapal-kapal laut yang melintas di dekatnya. Selain itu juga berfungsi sebagai batas wilayah maritime, seperti halnya dengan Mercusuar Pulau Putri yang masuk dalam daftar mercusuar dengan kode 874 merupakan pertanda batas maritime antara Indonesia, Singapore dan Malaysia.

Garis batas wilayah terluar Indonesia di sisi utara Batam ditarik dari Pulau Putri, sehingga posisinya sangat signifikan untuk menentukan batas wilayah dengan Negara tetangga itu, menara suar yang dibangun oleh Kementerian Perhubungan Direktorat Jenderal Navigasi itu dibangun sejak 1996.

Menara Mercusuar Pulau Putri yang dibangun oleh pemerintah ini tergolong bangunan baru, karena menaranya terbuat dari besi galnavis anti karat dan berbentuk seperti menara pemancar, berbeda dengan menara mercusuar yang dibangun di era penjajahan Belanda yang berbentuk bangunan seperti menara pensil terbungkus.

“fungsi keduanya sama saja, memberikan tanda melalui cahaya, lampunya hidup mulai pukul 6 sore hingga 6 pagi, selama 12 jam dalam sehari, serta dari cahayanya itu ada kode yang menunjukkan bahwa ini Mercusuar Pulau Putri, setiap kapal punya daftarnya, sehingga mereka tahu jika melihat mercusuar dan tanda lampunya, supaya tidak kehilangan arah,’ kata Heriyanto.

Menurut Heriyanto, seiring perkembangan teknologi, ada sejumlah perubahan teknologi yang digunakan, seperti lampu mercusuar yang sebelumnya menghandalkan sepenuhnya bahan bakar solar kini telah berganti dengan Solar Cell, sehingga lebih efesien.

Bahkan beberapa menara mercusuar yang strategis seperti Pulau Putri, terdapat alat pemandu bagi kapal yang melintas di sekitarnya, alat tersebut akan memberikan sinyal atau tanda kepada kapal-kapal yang melintas jika kapal yang bersangkutan salah jalur atau salah arah.

“Alat akan memberikan sinyal dalam tiga Bahasa Indonesia, Jepang dan Inggris kepada kapal yang salah arah melalui alat navigasi yang juga biasanya ada di kapal,” kata Heriyanto.

Menurut Heriyanto, dirinya tidak pernah mengizinkan jika ada tamu atau pengunjung yang ingin naik ke menara suar tanpa didampingi, karena dirinya khawatir ada alat tertentu yang diletakkan di menara.

“itu sudah ketentuan, tidak boleh ada yang naik ke atas,” kata Heriyanto.

 

Pasokan Hidup 3 Bulan Sekali

Hidup terpencil di suatu pulau terluar sudah tentu jauh dari jangkauan apapun, terisolasi dari lingkungan social lainnya, namun menjadi hal yang dinikmati oleh Heriyanto, bukanlah sebuah hukuman, tetapi sebuah nikmat sang pencipta kepadanya.

Pengalaman terjauh dialaminya saat bertugas di Menara Suar Pulai Saint Petrus yang berada di perbatasan Kalimantan, jarak yang ditempuh saat ditugaskan disana mencapai 22 jam perjalanan dengan perahu.

“Jauh darimana-mana, menara itu dibangun sejak era Belanda, sepi sekali, tetapi harus tetap dinikmati,” kata Heriyanto.

Menurut Heriyanto, sakit adalah sebuah masalah tersendiri, karena sebagian besar petugas-petugas yang bekerja di menara mercusuar jika menghadapi sakit lebih menghandalkan ramuan tradisional.

“kapal penolong menjemput kami biasanya tiba tiga hari setelah dikabarin, sebelumnya ya dengan ramuan tradisional, karena kita tidak tahu sakit apa yang menimpa,” kata Heriyanto.

Biasanya para petugas memanfaatkan waktu mengunjungi keluarga secara bergantian dengan petugas lainnya yang ada, dan tidak memungkin mereka libur sesuka hatinya.

“tak mungkin bolos karena setiap kita berangkat meninggalkan pulau, harus ada surat jalan, surat jalan berfungsi untuk bebas dari ongkos kapal. Jika terjadi kecelakaan status kita juga aman, karena itu berdampak pada kinerja, dan bisa-bisa tidak diakui,” kata Heriyanto.

Untuk membunuh sepi, biasa para petugas memanfaatkan radio komunikasi untuk menjalin pertemanan dengan sesama pengguna radio amatir, Heriyanto sendiri dikenal dengan julukan mang Udel, nama udaranya yang hingga kini melekat padanya.

“sinyal handphone tidak menjangkau sampai ke tempat kami, makanya Radio amatir adalah handalan untuk sekedar menjalin pertemanan,” katanya.

Walaupun jauh dari jangkauan dan akses, namun saat pemungutan suara pada pemilu, suara petugas mercusuar selalu mendapat tempat untuk dipungut, petugas KPPS biasanya muncul dengan kapal dan memberikan hak kepada mereka untuk menggunakan pilihannya.

“hanya sekali saya tidak ikut pemilu, yaitu saat bertugas di mercusuar saint petrus, karena jauhnya 22 jam perjalanan itu,” kata Heriyanto.

Dalam relung hatinya, Heriyanto memendam harapan ada peningkatan kesejahteraan penghasilan bagi petugas Penjaga Mercusuar seperti yang pernah dilakoninya, karena tantangan yang dihadapi sangat besar, tidak sebanding dengan upah yang kecil.