TERASBATAM.ID – Anggota Komisi VI DPR RI, Rieke Diah Pitaloka, mengungkapkan kekecewaannya dan merasa terancam setelah dituduh menyebarkan hoaks oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam. Tuduhan ini muncul pasca-rapat dengar pendapat umum (RDPU) Komisi VI dengan masyarakat Rempang, di mana Rieke menyampaikan temuan adanya dugaan kekerasan dalam proses penggusuran.
Hal ini disampaikannya dalam audiensi Tim Panja Pengawasan Tata Kelola Kawasan Batam dengan Masyarakat Kota Batam pada Jumat (18/07/2025) di Hotel Marriott Batam.
Dalam audiensi tersebut, Rieke menyoroti dugaan intimidasi dan kekerasan yang masih terjadi di lapangan, khususnya terkait proyek Rempang Eco-City. Ia mencontohkan insiden pada 8 Juli lalu, di mana tim BP Batam diduga melakukan penggusuran rumah di Tanjung Banon dengan perlakuan tidak manusiawi terhadap warga lansia, termasuk insiden buang air besar di dalam mobil.
“Saya ingin klarifikasi, Pimpinan, karena dalam pemberitaan, secara jujur saya ingin mengatakan bahwa kita ini kerja dilindungi oleh konstitusi. DPR sendiri saja saya merasa tidak aman, saya merasa tidak nyaman,” kata Rieke, politisi PDI Perjuangan ini.
Ia menegaskan bahwa rapat dengan masyarakat Rempang di DPR adalah rapat resmi dan terbuka. Temuan mengenai kekerasan tersebut, menurutnya, adalah bagian dari fungsi pengawasan DPR dan merupakan informasi penting yang harus diketahui publik.
“Tapi yang dilakukan oleh BP Batam bukan melakukan klarifikasi, tapi melakukan klasifikasi dan menyatakan saya melakukan hoaks (tentang) terjadi kekerasan di Rempang begitu,” lanjut Rieke dengan nada geram. “Jangankan orang Rempang, seluruh Indonesia juga tahu kok terjadi kekerasan saat itu.”

Rieke menilai tindakan BP Batam tersebut sebagai bentuk intimidasi terhadap dirinya sebagai anggota DPR yang menjalankan fungsi pengawasan. “Ini adalah mekanisme yang tidak benar. DPR RI saja mereka berani (melakukan) pernyataan sepihak, itu bentuk ancaman kepada saya,” tegasnya.
Ia pun menyatakan tidak gentar. “Statemen saya sama dengan statemen Presiden Prabowo, ‘Saya tidak takut demi rakyat, bangsa, dan negara. Saya tidak takut’,” pungkas Rieke.
Perwakilan masyarakat, Nenek Awu, dalam audiensi tersebut juga menyampaikan keresahannya karena kekerasan dan pemaksaan terkait pengembangan Rempang Eco-City masih terjadi di lapangan. Nenek Awu mempertanyakan status terkini program tersebut, karena informasi yang didapat masyarakat berbeda-beda dari pengembang.
Rieke menjelaskan bahwa program Rempang Eco-City memang tidak lagi tercantum sebagai Program Strategis Nasional (PSN) secara eksplisit, tetapi masuk dalam program pembangunan Provinsi Kepulauan Riau. Ia bersama Tim Panja akan terus mendalami masalah ini dan berjanji akan mempertanyakan sikap BP Batam dalam rapat selanjutnya.
[kang ajank nurdin]


