TERASBATAM.ID – Di antara 232 Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang dideportasi dari Malaysia pada Senin (21/07/2025), terdapat wajah-wajah kecil yang membisu, seolah tak memahami mengapa mereka berada di tengah antrean pemulangan, dalam pelukan lelah sang ibu. Mereka adalah anak-anak PMI, korban paling sunyi dari migrasi ilegal, tak bersalah namun ikut tertahan dan dikembalikan ke tanah air.
“Anak-anak itu diam saja, beberapa bahkan tertidur di lengan ibunya saat kapal hendak berangkat. Mereka tak tahu apa-apa soal visa, izin kerja, atau deportasi,” tutur Leny Marliani, Pelaksana Fungsi Konsuler 2 KJRI Johor Bahru, di Pelabuhan Feri Terminal Batam Centre.
Leny menjelaskan, dari 232 orang yang dipulangkan dari detensi Kemayan dan Putrajaya via Pelabuhan Pasir Gudang, 10 di antaranya adalah anak-anak yang ikut bersama ibunya—baik yang dibawa sejak awal ke Malaysia maupun yang lahir di sana.
Menurut Leny, proses pemulangan seperti ini bukan yang pertama, namun anak-anak selalu menjadi yang paling terdampak secara psikologis. Program M, kerja sama KJRI dan Jabatan Imigrasi Malaysia, telah memulangkan 3.456 WNI dalam dua tahun terakhir.
“Kami bukan sekadar mengurus dokumen. Kami memastikan setiap manusia yang pulang tetap merasa punya martabat, termasuk mereka yang pernah keliru mengambil jalan,” kata Leny, merujuk pada banyak PMI yang masuk Malaysia tanpa prosedur resmi, bahkan ada yang tak sadar statusnya ilegal karena berpindah kerja atau overstay.
Setibanya di Batam, para ibu dan anak-anak mendapatkan penanganan khusus di tempat singgah P4MI sebelum dipulangkan ke daerah asal di Jawa, Sumatera, Kalimantan, hingga NTB, dengan harapan menjadi pelajaran bagi semua pihak.
[kang ajank nurdin]


