TERASBATAM.id: Akhir-akhir ini banyak orang Indonesia menjadikan Thailand, khususnya kota Bangkok sebagai destinasi wisata yang wajib dikunjungi setelah Singapura dan Malaysia. Lokasi yang tidak terlalu jauh, biaya akomodasi yang jauh lebih murah dibanding destinasi wisata dalam negeri sekalipun, serta citarasa makanan yang hampir sama dengan Indonesia menjadi beberapa alasan mengapa orang Indonesia memilih berlibur ke negeri gajah putih itu.
Kemudian, apakah legalisasi ganja disana, atau bebasnya menikmati ganja di negara tersebut juga menjadi salah satu motif orang-orang Indonesia berduyun-duyun mengunjungi Thailand dalam dua tahun terakhir ini? Jawabanya tentu bisa saja, namun bukan sesuatu yang paling utama.
Bahkan kabar terbaru Perdana Menteri Thailand yang baru memegang kekuasaan pada Agustus 2023 lalu, Srettha Thavisin berencana akan membatasi penggunaan ganja untuk kepentingan medis semata, legalisasi ganja di negara tersebut telah menyebarkan penyalahgunaan narkotika yang begitu massif di negara tersebut.
“Undang-undang tersebut perlu ditulis ulang,” kata Srettha kepada Bloomberg Television dalam sebuah wawancara di New York, saat dia menghadiri sidang umum PBB akhir 2023 lalu.
“Itu perlu diperbaiki. Kami dapat mengaturnya hanya untuk penggunaan medis.”
Rencana pembatasan ganja saat ini sedang berlangsung dan pemerintah yang berkuasa saat ini masih membahasnya. Penghentian legalisasi ganja menjadi salah satu isu kampanye yang dikumandangkan oleh partai yang mengantarkan Srettha berkuasa sehingga menjadi kewajiban yang harus dilaksanakan.
Menikmati Ganja atau Cannabis di Thailand, khususnya di Kota Bangkok memang semudah menikmati rokok biasa. Warung-warung kecil di sepanjang jalan di berbagai sudut kota Bangkok banyak menjajahkan ganja dengan berbagai citarasa dan peruntukan.

Dari sekedar untuk ketenangan, menikmati tidur yang pulas hingga mengurangi gangguan anxiety disorder. Berbagai macam dan jenis toko yang menyajikan ganja, dari yang kelas warung pinggir jalan, hingga layaknya apotik bintang lima dengan desain dan interior yang mewah terdapat di banyak tempat di Bangkok.
Biasanya bunga ganja tersebut ditampilkan di dalam botol-botol kaca dengan berbagai keterangan jenis dan asal negaranya. Untuk selintingan rokok harganya berkisar antara 800 bath hingga 1.000 bath, atau sekitar Rp 450 ribu, tergantung jenisnya, jika semakin baik kualitasnya harga juga semakin mahal.
Tidak hanya membayar untuk bunga ganja itu, jika ingin dibuatkan selinting rokok diperlukan biaya tambahan sebesar 100 bath atau sekitar Rp 45 ribu. Jadi kesimpulannya menikmati cannabis disana bukanlah perkara gampang saja, tetapi harganya yang lumayan mahal juga membuat banyak orang berpikir dua kali untuk menikmatinya, terutama buat yang sekedar coba-coba.
Petugas Imigrasi Thailand Dikenal Ramah dan Tak Banyak Cakap
Bangkok sudah sangat popular bagi orang Indonesia sejak tahun 1980 an, orang-orang kaya lama atau old money menikmati liburannya antara Singapura, Bangkok atau Hongkong. Sehingga lelucon atau ungkapan sebagai bentuk sindiran satir sering menyebut kota-kota tersebut dikalangan menengah ke bawah di era tersebut.
Thailand masih berada di tempat pertama sebagai negara di Asia Tenggara dengan kunjungan wisatawan mancanegara mencapai 27,5 juta orang yang dihitung dari 1 Januari hingga 24 Desember 2023. Kementerian Pariwisata Thailand sendiri menargetkan 28 juta kunjungan selama setahun penuh 2023.
Tingginya angka kunjungan wisatawan di Thailand di sebabkan banyak hal, namun salah satu yang sering diapresiasi oleh para turis ialah bagaimana petugas Imigrasi Thailand sangat jarang mengintrogasi turis yang datang kesana, walaupun itu merupakan kunjungan pertamanya.
Di Bandara Don Mueang yang berada di sebelah selatan kota Bangkok saban hari antrian puluhan line Counter Imigrasinya padat, baik itu pada saat public holiday atau tidak. Petugas Imigrasi yang berpakaian seragam berwarna coklat, seperti pakaian polisi, bersikap datar, namun tidak banyak mengeluarkan pertanyaan-pertanyaan yang dinilai mengintimidasi pendatang atau turis.
Sehingga dentuman cap paspor, tanda visa kunjungan disetujui seperti sebuah irama music yang berdentum silih berganti disana. Hal ini tentu berbeda jika dibandingkan di Bandara Internasional Changi, Singapura, selalu saja ada wisatawan yang seperti “tertangkap” untuk dimasukkan ke dalam waiting room atau introgation room dalam rangka pemeriksaan lanjutan.
Demikian juga gambaran yang dapat dilihat di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, sikap jutek petugas Imigrasi, tidak saja pada turis, bahkan pada warga negaranya sendiri juga sering dikeluhkan di berbagai platform media. Pengajuan pertanyaan-pertanyaan yang dinilai tidak penting selalu dialasi dengan kerangka penjagaan keamanan, padahal side effeck yang timbul akibat itu membuat orang malas untuk berhadap-hadapan dengan mereka.
Belum lagi dengan pemeriksaan Bea Cukai, rata-rata turis yang masuk ke Bangkok, baik itu dari Bandara Don Mueang maupun Bandara Internasional Suvarnabhumi, para pendatang yang memasuki negara tersebut sebagian besar tidak lagi mengalami pemeriksaan barang bawaannya.
Random Check atau pemeriksaan acak memang kadang dilakukan, namun hal ini cukup jarang diterapkan. Tentu sangat berbeda dengan di Soekarno – Hatta, setiap barang bawaan, terutama turis harus masuk ke dalam mesin X-ray, dan kemudian menjadi pemandangan tak asing yang menunjukkan kopor-kopor para turis diacak-acak petugas untuk sekedar memperdalam hal-hal yang dinilai melanggar aturan dalam hal barang bawaan, seperti rokok, minuman beralkohol dan sebagainya.
Padahal jika pun ditemukan minuman beralkohol yang melebihi dua liter, rokok sekian bungkus dan dianggap merugikan cukai negara, lagi-lagi dampak dari penegakan hukum demi “uang receh” tersebut menyebabkan trauma psikologis bagi turis, akibatnya berlibur ke Indonesia sesuatu hal cukup dipertimbangkan.
Surga Belanja dan Destinasi Wisata
Pratunam Mall dan Market serta Chatuchak Market adalah lokasi pasar terbesar di Asia, Chatuchak Weekend Market yang berada di Kota Bangkok cukup popular di kalangan wisatawan Indonesia yang berkunjung kesana. Seluruh jenis pakaian dan aksesorisnya dijual dengan kualitas baik dengan harga yang murah meriah.
Perbandingan gampangnya begini, produk pakaian yang dijual di kedua tempat popular itu dijual rata-rata dimulai dengan harga dibawah Rp 100 ribu hingga jutaan. Namun kualitas yang termurah sekalipun sudah sangat nyaman dipakai dan tahan lama. Jadi pakaian yang dijual di tempat-tempat branded di Indonesia pun setara kualitasnya dengan produk yang dijual disana.
The Grand Palace, atau Istana Raja Thailand, adalah destinasi wisata yang paling favorite dikunjungi oleh turis yang datang kesana. Dibangun pada tahun 1782 oleh Raja Rama I, keindahan bangunan dan historical tempat ini menjadi magnet bagi turis untuk menikmatinya.
Icon wisata sejarah hingga kekinian yang ditawarkan Thailand sangat lengkap, sehingga dahaga wisatawan untuk healing saat berlibur benar-benar terpuaskan.


