TERASBATAM.ID – Industri Meetings, Incentives, Conferences, and Exhibitions (MICE) telah melampaui fungsinya sebagai sekadar pertemuan bisnis. MICE kini menjadi motor penggerak ekonomi bernilai tinggi, sekaligus instrumen diplomasi ekonomi dan promosi budaya Indonesia di kancah global. Mampu menarik wisatawan dengan pengeluaran tinggi (high-spending tourists) dan memperpanjang durasi tinggal, kontribusi sektor MICE terhadap devisa pariwisata nasional terus meningkat, menempatkannya sebagai sektor strategis dalam pemulihan ekonomi pascapandemi.
Di tengah persaingan ketat negara-negara ASEAN, Indonesia dituntut tidak hanya mengandalkan keindahan alam, tetapi juga infrastruktur dan tata kelola profesional. Sayangnya, kelemahan mendasar masih terletak pada pemerataan infrastruktur, kualitas layanan publik, dan kesiapan sumber daya manusia (SDM) digital untuk menyongsong tren hybrid events dan green MICE. Tantangan ini menuntut kolaborasi model quadruple-helix (pemerintah, akademisi, industri, dan masyarakat) yang lebih sinergis agar ekosistem MICE berkelanjutan dapat terbentuk.
Dalam peta nasional, Kota Batam menempati posisi yang sangat unik dan strategis. Berada di jalur perlintasan internasional dan berdekatan dengan Singapura serta Malaysia, Batam adalah simpul alami untuk kegiatan cross-border MICE. Keunggulan geopolitik ini menjadikan Batam sebagai gerbang utama Indonesia bagian barat. Namun, potensi ini belum optimal karena Batam belum memiliki brand positioning yang kuat dan komunikasi destinasi yang masih terfragmentasi di mata penyelenggara event internasional.
Untuk memaksimalkan potensi ini, Pemerintah Kota Batam perlu fokus pada lima arah kebijakan utama. Pertama, pembangunan fasilitas konvensi berskala besar dan fleksibel. Kedua, percepatan sertifikasi SDM MICE berstandar internasional. Ketiga, pengembangan platform digital terpadu sebagai pusat layanan dan promosi (one-stop service). Keempat, integrasi UMKM lokal dalam rantai nilai event untuk menciptakan efek ganda ekonomi kreatif. Kelima, pemberian insentif fiskal yang menarik bagi penyelenggara event strategis. Langkah-langkah ini harus diperkuat dengan inisiatif evidence-based policy, seperti pembangunan City MICE Office.
Keberhasilan Batam bukan sekadar pencapaian lokal, tetapi simbol transformasi ekonomi berbasis pengetahuan dan kolaborasi di Indonesia. Dengan langkah kebijakan yang terukur dan sinergi lintas-sektor, Batam berpotensi menjadi model pengembangan MICE berkelas dunia di Asia Tenggara—sebuah destinasi terpadu yang menggabungkan efisiensi bisnis, kekayaan budaya, dan prinsip keberlanjutan. Keputusan Batam memperkuat sektor ini merupakan strategi komunikasi yang ampuh untuk menempatkan Indonesia sebagai pemain utama di pasar MICE regional.
[Hestiyani Wulandari, Mahasiswi Magister Ilmu Komunikasi, Sekolah Pascasarjana Universitas Sahid, Jakarta]


