TERASBATAM.id: Ketua Aliansi Masyarakat Rempang Galang Bersatu (Amar GB), Ishak alias Saka, menyampaikan penolakan keras terhadap data yang disampaikan oleh BP Batam dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR RI beberapa hari lalu. Aksi ini berlangsung di Sembulang Hulu dan menjadi salah satu bentuk perlawanan warga terhadap proyek pembangunan Rempang Eco-City yang dinilai mengancam identitas serta keberlangsungan hidup masyarakat.
Dalam pernyataannya bersama ratusan warga Rempang, Ishak menyebut data yang disampaikan BP Batam tidak sesuai dengan kondisi di lapangan.
“Data yang mereka sampaikan terlalu jauh berbeda dengan fakta di lapangan. Kami sudah mengumpulkan data pembanding melalui aliansi masyarakat. Dari lima titik kampung tua terdampak, jumlah kepala keluarga (KK) yang telah direlokasi jauh lebih sedikit dibandingkan klaim BP Batam,” tegasnya saat aksi di Sembulang Hulu, Pulau Rempang, Rabu (4/12/2024).
Menurut data warga, dari total 680 KK terdampak di lima kampung, yaitu Blongkeng, Pasir Panjang, Sembulang Hulu, Sembulang Pasir Merah Camping, dan Sungai Bulu, hanya 162 KK yang bersedia direlokasi. Namun, BP Batam mengklaim telah merelokasi 433 KK. “Angka mereka tidak masuk akal. Yang menerima relokasi hanya 162 KK, bukan 433. Ini membuktikan bahwa data mereka bengkak dan tidak akurat,” ujarnya.

Desakan untuk Transparansi Data
Ishak bersama Amar GB mendesak DPR dan BP Batam untuk lebih transparan dalam menyampaikan data kepada publik. “Kami ingin pihak DPR turun langsung ke lapangan, melihat dan memverifikasi data yang ada. Jangan hanya percaya pada angka-angka dari BP Batam yang tidak sesuai kenyataan,” katanya.
Ia juga menegaskan bahwa data yang dihimpun warga dilakukan dengan cara turun langsung ke lapangan. “Data ini kami kumpulkan melalui RT-RT yang masih aktif. Mereka tahu siapa saja yang sudah pindah dan siapa yang masih bertahan. Ini data dari lapangan, bukan data dari atas meja,” tambahnya.
Bagi warga terdampak, relokasi bukan sekadar pemindahan tempat tinggal. “Kampung itu identitas kami. Jika kampung hilang, maka hilang pula identitas kami. Mereka yang sudah direlokasi kehilangan harga diri sebagai orang Melayu. Ini perjuangan menjaga identitas, bukan hanya soal tempat tinggal,” ungkap Ishak dengan nada emosional.
Pesan kepada Presiden
Selain meminta transparansi dari BP Batam, warga juga berharap perhatian dari Presiden dan pemerintah pusat. Ketua RT Sembulang Hulu, Aris, menekankan dampak pembangunan bagi masyarakat nelayan. “Kami ini mayoritas nelayan. Jika pembangunan ini dipaksakan, sama saja membunuh kami. Kami tidak bisa melaut lagi jika laut kami diambil,” katanya.
Ia juga menyoroti kurangnya sosialisasi dari pihak BP Batam. “Selama ini mereka hanya bermain di atas, tanpa melibatkan kami masyarakat bawah. Kami berharap Presiden turun tangan untuk menyelesaikan masalah ini dengan adil,” tambahnya.
Meski menghadapi tekanan dan intimidasi, warga Rempang menegaskan perjuangan mereka akan terus berlanjut. “Kami tidak takut. Kami tidak salah dalam mempertahankan tanah, laut, dan kampung yang diwariskan oleh nenek moyang kami. Perjuangan ini adalah perjuangan menjaga identitas dan harga diri kami sebagai orang Melayu,” tutup Ishak.
Dengan tuntutan transparansi dan penolakan relokasi yang terus menggema, warga berharap DPR dan pemerintah pusat dapat berpihak pada keadilan serta memperjuangkan hak masyarakat kecil yang terdampak proyek besar ini.
[kang ajank nurdin]


