TERASBATAM.ID — Puluhan warga Pulau Rempang dari berbagai kampung mendatangi kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam, Kamis (15/05/2025) pagi. Kedatangan mereka untuk mengiringi Erlangga, seorang warga Kampung Tanjung Banon, menyerahkan surat keberatan atas penggusuran kebun kelapanya yang terjadi pada 2 Mei lalu.
Erlangga, didampingi Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang, diterima perwakilan BP Batam untuk menyerahkan berkas keberatan. Namun, puluhan warga lainnya tertahan di luar gerbang kantor yang ditutup rapat dan dijaga ketat oleh petugas Direktorat Pengamanan BP Batam dan aparat kepolisian.
Di luar gerbang, sambil membentangkan spanduk berisi penolakan, warga menyuarakan protes terhadap proyek strategis nasional (PSN) Rempang Eco City. Mereka juga menolak skema transmigrasi lokal yang dinilai sebagai bentuk penggusuran terselubung.
“Jangan gusur kami! Kami tidak menyerahkan tanah kami!” teriak warga secara bergantian, menuntut pemerintah menepati janji untuk tidak melakukan penggusuran paksa.

Aksi damai ini sempat diwarnai intervensi. Beberapa warga melaporkan adanya petugas berpakaian sipil yang mempertanyakan legalitas aksi mereka. Bahkan, pemilik bus yang mengangkut warga disebut mendapat tekanan dari pihak kepolisian.
Dalam surat keberatan yang diserahkan, Erlangga mengajukan tiga tuntutan utama: pemulihan lahan kebun kelapanya yang telah dirusak, pertanggungjawaban hukum Kepala BP Batam atas kerugian yang dialaminya, serta pembatalan keputusan penggusuran demi mencegah konflik sosial dan kerusakan lingkungan.
Direktur LBH Pekanbaru, Andri Alatas, yang turut mendampingi, menyatakan pihaknya melampirkan kronologi kejadian dan argumentasi hukum dalam surat keberatan tersebut. “Kami dampingi Pak Erlangga menyampaikan surat secara resmi, agar suara masyarakat Rempang tidak lagi diabaikan,” tegas Andri.
[kang ajank nurdin]


