TERASBATAM.ID – RSUD Embung Fatimah memberikan klarifikasi terkait meninggalnya Muhammad Alif Okto Karyanto (12), seorang pasien yang meninggal dunia beberapa jam setelah dipulangkan dari Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit tersebut. Pihak RSUD berdalih pasien dalam kondisi stabil saat dipulangkan, sementara Ombudsman Kepri tetap prihatin dan menduga adanya indikasi penolakan layanan BPJS Kesehatan.
Direktur RSUD Embung Fatimah, drg. Raden Roro Sri Widjayanti Suryandari, menjelaskan bahwa pihaknya selalu siap membantu masyarakat. Ia menguraikan kronologi penanganan MA yang dilarikan ke IGD RSUD Embung Fatimah pada Sabtu (14/6/2025) sekitar pukul 22.30 WIB dengan keluhan nafsu makan menurun dan sesak napas dua jam sebelumnya.
“Saat itu juga langsung kami layani di IGD sesuai keluhan: nafsu makan menurun, dan dua jam sebelumnya terlihat sesak di rumah. Akhirnya kami kasih bantuan oksigen, pemeriksaan laboratorium, respirasi, nadi, dan pemeriksaan kadar saturasi oksigen,” ujar drg. Sri Widjayanti pada Senin (16/06/2025).
Menurutnya, setelah hampir empat jam diobservasi oleh tim IGD, kondisi MA disebut stabil dan tidak masuk kriteria gawat darurat yang dijamin BPJS Kesehatan. “Akhirnya kita pulangkan, dan diberikan edukasi untuk planning ke depannya pasien disarankan rawat jalan dan kontrol ke poli dokter spesialis anak, dan kalau terjadi apa-apa di rumah segera dibawa ke IGD, kita siap bantu kembali,” jelasnya. Pihak RSUD mengklaim telah melakukan triase berulang dan hasilnya tetap menunjukkan zona hijau atau stabil. “Jadi kami sudah melayani. Bukan tidak melayani, seperti yang disebarkan,” imbuh drg. Sri Widjayanti.
Di sisi lain, Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), Dr. Lagat Siadari, menyatakan keprihatinan mendalam atas kasus ini. Ia mengungkapkan bahwa informasi yang mereka terima menyebutkan pasien ditolak perawatannya dengan fasilitas BPJS Kesehatan dan diminta untuk membayar secara mandiri. “Karena alasan tidak mampu, orang tua membawa yang bersangkutan pulang ke rumah dan tidak lama kemudian meninggal dunia,” ucap Lagat, Senin (16/6).
Lagat menegaskan, sekalipun diagnosa menunjukkan pasien tidak memenuhi kriteria BPJS, paramedis seharusnya tetap mempertimbangkan alasan kemanusiaan, mengingat RSUD Embung Fatimah adalah milik Pemerintah Kota Batam dan orang tua pasien tidak mampu. Ia menyoroti Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 47 Tahun 2018 tentang Pelayanan Kegawatdaruratan, yang mendefinisikan pasien gawat darurat sebagai kondisi yang memerlukan tindakan medis segera.
“Kami sangat heran mengapa hasil observasi paramedis menyimpulkan pasien anak Muhammad Alif Okto Karyanto tidak memenuhi syarat kegawatdaruratan untuk dirawat dengan skema BPJS Kesehatan. Malah pasien ditawarkan pihak IGD untuk dirawat dengan biaya mandiri. Itu berarti memang pasien harus dirawat segera ketika itu. Terbukti pasien meninggal beberapa jam pasca dibawa pulang oleh orang tuanya karena kemungkinan kondisinya makin buruk di rumah,” tegas Lagat. Ia mencurigai RSUD Embung Fatimah menerapkan standar ganda untuk mendiagnosa pasien IGD agar dirawat secara mandiri, serta meluruskan kekhawatiran rumah sakit terkait klaim BPJS Kesehatan yang sebenarnya bisa dipertimbangkan dengan catatan kondisi pasien.
Ombudsman Kepri berharap Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kota Batam melakukan pemeriksaan objektif atas kasus ini dan mempublikasikan hasilnya. “Peristiwa ini merupakan pelajaran penting bagi seluruh penyelenggara layanan kesehatan dan tidak boleh lagi terjadi,” tutup Lagat.
[kang ajank nurdin]


