TERASBATAM.ID: Cerpen “Robohnya Surau Kami” karya A.A. Navis merupakan sebuah kisah klasik yang tak lekang oleh waktu. Cerita ini mengisahkan tentang Kakek, seorang penjaga surau yang taat beribadah namun mengakhiri hidupnya secara tragis.
Di suatu tempat ada sebuah surau tua yang nyaris ambruk. Hanya karena seseorang yang datang ke sana dengan keikhlasan hatinya dan izin dari masyarakat setempat, surau itu hingga kini masih tegak berdiri. Orang itulah yang merawat dan menjaganya. Kelak orang ini disebut sebagai Garin.
Meskipun orang ini dapat hidup karena sedekah orang lain, tetapi ada yang paling pokok yang membuatnya bisa bertahan, yaitu dia masih mau bekerja sebagai pengasah pisau. Dari pekerjaannya inilah dia dapat mengais rejeki, apakah itu berupa uang, makanan, kue-kue atau rokok.
Kehidupan orang ini agaknya monoton. Dia hanya mengasah pisau, menerima imbalan, membersihkan dan merawat surau, beribadah di surau dan bekerja hanya untuk keperluannya sendiri. Dia tidak ngotot bekerja karena dia hidup sendiri. Hasil kerjanya tidak untuk orang lain, apalagi untuk anak dan istrinya yang tidak pernah terpikirkan.
Suatu ketika datanglah Ajo Sidi untuk berbincang-bincang dengan penjaga surau itu. Lalu, keduanya terlibat perbincangan yang mengasyikan. Akan tetapi, sepulangnya Ajo Sidi, penjaga surau itu murung, sedih dan kesal. Karena dia merasakan, apa yang diceritakan Ajo Sidi itu sebuah ejekan dan sindiran untuk dirinya.
Dia memang tak pernah mengingat anak dan istrinya tetapi dia pun tak memikirkan hidupnya sendiri sebab dia memang tak ingin kaya atau bikin rumah. Segala kehidupannya lahir batin diserahkannya kepada Tuhannya. Dia tak berusaha mengusahakan orang lain atau membunuh seekor lalat pun. Dia senantiasa bersujud, bersyukur, memuji dan berdoa kepada Tuhannya. Apakah semua ini yang dikerjakannya semuanya salah dan dibenci Tuhan? Atau dia ini sama seperti Haji Saleh yang di mata manusia tampak taat tetapi dimata Tuhan dia itu lalai? Akhirnya, kelak ia dimasukkan ke dalam neraka. Penjaga surau itu begitu memikirkan hal ini dengan segala perasaannya. Akhirnya, dia tak kuat memikirkan hal itu. Kemudian dia memilih jalan pintas untuk menjemput kematiannya dengan cara menggorok lehernya dengan pisau cukur.
Kematiannya sungguh mengejutkan masyarakat di sana. Semua orang berusaha mengurus mayatnya dan menguburnya. Kecuali satu orang saja yang tidak begitu peduli atas kematiannya. Dialah Ajo Sidi, yang pada saat semua orang mengantar jenazah penjaga surau dia tetap pergi bekerja.
Sumber: A. A. Navis. Robohnya Surau Kami. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996.
Pemahaman Agama yang Sempit
Cerita ini menunjukkan bagaimana pemahaman agama yang sempit dan dangkal dapat membawa dampak negatif. Kakek, meskipun taat beribadah, gagal memahami esensi agama yang sebenarnya. Hal ini menyebabkannya mengabaikan tanggung jawab duniawi dan berujung pada tragedi.
Keseimbangan Dunia dan Akhirat
Ajo Sidi dan Penghulu menunjukkan bahwa agama tidak mengharuskan seseorang untuk meninggalkan kehidupan duniawi. Justru, agama menuntun manusia untuk menjalani kehidupan yang seimbang dan bertanggung jawab.
Pentingnya Dialog dan Diskusi
Dialog antara Ajo Sidi dan Penghulu menunjukkan bagaimana perbedaan pandangan dapat dijembatani melalui komunikasi yang terbuka dan konstruktif.
Relevansi dengan Masa Kini
Meskipun cerita ini ditulis pada tahun 1955, pesan moralnya masih relevan dengan masa kini. Masih banyak orang yang memiliki pemahaman agama yang sempit dan dangkal, sehingga mereka terjebak dalam ritualisme dan fanatisme. Cerita ini menjadi pengingat bagi kita untuk selalu mengkaji agama dengan kritis dan terbuka, serta menerapkannya dalam kehidupan dengan penuh keseimbangan dan tanggung jawab.
Penutup
“Robohnya Surau Kami” merupakan sebuah cerpen yang kaya makna dan kritik sosial. Cerita ini mengajak kita untuk merenungkan kembali pemahaman kita tentang agama dan bagaimana kita dapat menerapkannya dalam kehidupan dengan cara yang seimbang dan bertanggung jawab.


