TERASBATAM.ID – Peringatan Hari Mangrove Sedunia 2025 di Batam menjadi forum diskusi kritis mengenai kondisi ekosistem mangrove yang kian tergerus pembangunan. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Batam dan komunitas Akar Bhumi menyelenggarakan kegiatan reflektif di Shelter Mangrove Akar Bhumi, Tanjung Piayu, Jumat malam (25/07/2025), dihadiri aktivis lingkungan, akademisi, jurnalis, dan nelayan tradisional.
Syawal (48), nelayan dari Kampung Tua Belian, mengeluhkan makin sulitnya mendapatkan hasil tangkapan.
“Dulu sekali narik jaring bisa dapat lima kilo ikan. Sekarang jangankan dua ekor, jaring pun sering kosong,” ujarnya, menunjuk pada berkurangnya biota laut akibat rusaknya hutan mangrove.
Senada, Rahmat, nelayan terdampak reklamasi di Batam Center, berharap pemerintah menghadirkan program nyata seperti pembinaan usaha pengolahan ikan.
Menurut Peta Mangrove Nasional 2024, Batam memiliki 13.726,4 hektare kawasan mangrove, terbesar kedua di Kepulauan Riau. Namun, tekanan pembangunan seperti reklamasi, pembukaan tambak, dan penebangan liar menyebabkan degradasi parah. Aktivis lingkungan Akar Bhumi, Hendrik Hermawan, menilai lemahnya regulasi dan pengawasan sebagai penyebab utama, meski menyebut adanya PP/27/25 tentang pemeliharaan hutan mangrove sebagai “kado istimewa”.
Namun, ia menyayangkan terbitnya PP 25/25 dan PP 28/25 yang justru memberi kewenangan lebih lanjut kepada BP Batam dalam tata kelola lahan.
Dwi Bagus dari Badan Pengelola Daerah Aliran Sungai (BPDAS) menyebut Kepri memiliki total 66.943,2 hektare mangrove, dengan 20.168,7 hektare di antaranya berada di luar kawasan hutan dan menjadi target rehabilitasi prioritas. Ia menekankan pentingnya pelibatan masyarakat aktif dalam rehabilitasi.
Sementara itu, Karmawan, Kepala Koordinator Polisi Hutan KPHL Unit II Batam, mengakui pihaknya menemukan indikasi pelanggaran di beberapa kawasan lindung yang sedang diselidiki, namun menghadapi keterbatasan kewenangan di Area Peruntukan Lain (APL).
Peringatan Hari Mangrove Sedunia diakhiri dengan harapan warga pesisir akan penyelamatan hutan mangrove sebagai benteng terakhir dari krisis iklim dan ekonomi pesisir.
[kang ajank nurdin]


