TERASBATAM.id – Dugaan penimbunan sungai di kawasan Perumahan Kezia Baloi, Kecamatan Lubuk Baja, yang diduga dilakukan oleh anggota DPRD Provinsi Kepulauan Riau berinisial L.K., memicu polemik dan tuntutan proses hukum. Tindakan ini dinilai melanggar undang-undang tata ruang dan perlindungan lingkungan hidup, serta berpotensi menyebabkan banjir.
Ketua Kelompok Diskusi Anti 86 (Kodat86), Cak Ta’in Komari, menegaskan bahwa penimbunan sungai merupakan tindak pidana. “Menimbun sungai jelas pidana, sama seperti membuang sampah sembarangan,” ujarnya dalam rilis yang diterima media, Rabu (27/03/2025).
Menurut Cak Ta’in, penimbunan sungai mengubah fungsi sungai, menghambat aliran air, dan meningkatkan risiko banjir. Tindakan ini melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) serta Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
“Tindakan ini merusak lingkungan dan mengubah ruang sungai. Pelanggarannya harus diproses hukum,” tegasnya.
Polda Kepulauan Riau telah merespons cepat dengan memanggil sejumlah pihak terkait. Cak Ta’in mengapresiasi langkah tersebut dan mendesak agar proses hukum dilanjutkan. Ia menyebutkan pasal-pasal yang relevan dalam UU PPLH dan UU Tata Ruang, serta peraturan pelaksanaannya.
“Penyidik Polda Kepri tentu lebih memahami pasal-pasal yang tepat. Aturan teknisnya juga jelas dalam berbagai peraturan pemerintah dan menteri,” jelasnya.
Penimbunan sungai ini dianggap serius karena dapat memperparah masalah banjir di Batam. Sekretaris Daerah Kota Batam, Jefridin, dan Wakil Wali Kota Batam, Li Claudia, telah turun langsung ke lokasi dan meminta agar masalah ini segera diselesaikan.
“Penyelesaiannya tidak cukup hanya dengan memindahkan timbunan. Proses hukum harus tetap berjalan sebagai efek jera bagi pelaku perusakan lingkungan dan pelanggar tata ruang,” kata Cak Ta’in.


