TERASBATAM.ID – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), Iman Sutiawan, mengaku belum menerima informasi terkait penolakan kenaikan tarif listrik PT PLN Batam oleh anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Wahyu Wahyudin. Kenaikan tarif ini mulai berlaku sejak 1 Juli 2025 dan menuai kritik dari berbagai pihak.
“Belum monitor saya soal itu,” kata Iman saat ditemui di sela-sela peresmian pabrik Stania di Kawasan Industri Tunas, Batam, Kamis (10/7/2025). PT Stania merupakan perusahaan milik Hashim S. Djojohadikusumo, adik Presiden Prabowo Subianto yang juga politisi Partai Gerindra.
Saat diminta tanggapan lebih lanjut, Iman beberapa kali menegaskan bahwa dirinya belum memantau perkembangan mengenai tarif listrik Batam. Ia bahkan sempat menunjuk Wakil Gubernur Kepri, Nyanyang Haris Pratamura, yang berada di sebelahnya, agar dimintai komentar.
Iman juga menyatakan belum mengetahui rencana anggota Fraksi PKS DPRD Provinsi Kepri, Wahyu Wahyudin, untuk mengundang Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kepri guna membahas kenaikan tarif listrik ini.
“Saya belum monitor,” tegasnya.
Kritik Kurangnya Transparansi dan Dampak Ekonomi
Sebelumnya, kebijakan kenaikan tarif dasar listrik PLN Batam ini telah memicu sorotan tajam dari DPRD Kepri dan tokoh masyarakat. Mereka menyoroti kurangnya transparansi dalam proses penetapan tarif serta kekhawatiran akan dampaknya terhadap perekonomian Batam yang sedang dalam masa pemulihan.
Sekretaris Komisi II DPRD Provinsi Kepri, Wahyu Wahyudin, menyatakan kekecewaannya karena pihak provinsi tidak dilibatkan dalam pembahasan kenaikan tarif ini. “Selama ini memang provinsi tidak dilibatkan karena mereka selalu berdalih ini adalah kebijakan pemerintah pusat,” ujar Wahyu pada Jumat (4/7/2025).
Menurut Wahyu, dalih penyesuaian tarif oleh PLN Batam tidak tepat karena kenaikan ini berdampak langsung pada masyarakat. Ia mendesak PLN Batam untuk transparan, khususnya terkait kemungkinan adanya kebocoran atau kerugian operasional yang mendasari kenaikan tarif. Ia juga menyoroti frekuensi kenaikan tarif yang terlalu sering. “Tahun lalu baru naik, sekarang naik lagi, ini kan agak laen,” tambahnya.
DPRD Kepri, lanjut Wahyu, meminta Kepala Daerah melalui Dinas ESDM untuk mengklarifikasi urgensi kenaikan tarif ini. Ia khawatir kenaikan ini akan memperparah kondisi ekonomi masyarakat, terutama di tengah pertumbuhan ekonomi Kepri yang berada di angka 5,16 persen dan kondisi PAD Kepri yang belum membaik.
Wahyu juga mengkritik proses sosialisasi kenaikan tarif yang dinilai tidak melibatkan seluruh masyarakat. Ia berharap direksi dan komisaris PLN Batam yang baru, yang berasal dari Batam/Kepri, dapat memperjuangkan kepentingan masyarakat. Wahyu berencana bertemu Kepala Dinas ESDM Provinsi Kepri pada Senin pekan depan untuk mendesak pemerintah provinsi dan Gubernur agar kenaikan tarif ini dapat dicegah atau ditunda.
Senada, Tokoh Masyarakat Batam Yudi Kurnain, yang berpengalaman di DPRD Batam dan Provinsi Kepri, mempertanyakan mekanisme kenaikan tarif listrik kali ini. Ia menjelaskan bahwa secara historis, keputusan kenaikan tarif listrik di Batam pernah berada di tangan DPRD Kota/Wali Kota, kemudian Gubernur dan DPRD Provinsi, sebelum akhirnya kewenangan berada di Kementerian Pusat. Namun, pembahasan dan kajian tetap harus dilakukan bersama pihak terkait.
“Setiap kenaikan itu harus dibahas,” jelas Yudi. Ia menilai mekanisme kenaikan tarif kali ini seolah “bypass” dan di luar prosedur pembahasan yang semestinya. “Ini kalau ada daerah, kok berubah menjadi siap melaksanakan perintah menteri? Menteri itu pembantu presiden. Pembantu Pak Prabowo. Apa benar Pak Prabowo memerintahkan? Karena ini politik,” kritiknya, mengindikasikan adanya kejanggalan dalam proses pengambilan keputusan. Ia menekankan pentingnya peran aktif kepala daerah dan dewan dalam menyuarakan aspirasi masyarakat.


