TERASBATAM.ID – Sejumlah jurnalis, fotografer, aktivis hukum, pegiat lingkungan, dan masyarakat sipil yang tergabung dalam berbagai organisasi menggelar aksi damai di Alun-Alun Engku Putri, Batam, Sabtu (8/11/2025). Aksi ini merupakan bentuk solidaritas terhadap media Tempo dan penolakan keras terhadap upaya pembungkaman kebebasan pers melalui gugatan perdata oleh Menteri Pertanian Amran Sulaiman.
Ketua AJI Batam, Yogi Eka Saputra, menjelaskan bahwa meskipun Tempo telah mematuhi rekomendasi Dewan Pers dengan memperbaiki judul dan meminta maaf, Menteri Pertanian tetap melanjutkan gugatan perdata senilai Rp200 miliar.
“Bayangkan jika gugatan seperti ini menimpa media kecil di daerah. Ini bisa mematikan kebebasan pers lokal,” ujar Yogi. Ia menegaskan, sengketa jurnalistik seharusnya hanya diselesaikan di Dewan Pers, bukan di pengadilan, menyebut gugatan itu sebagai bentuk “pemberangusan media gaya baru”.
Kritik Media Lokal
Solidaritas ini juga diwarnai kritik terhadap kondisi pers di Batam. Aktivis Pers Mahasiswa dan anggota AJI Batam, Jamal, menyebut gugatan Menteri Pertanian adalah bentuk teror luar biasa terhadap kebebasan pers.
Selain itu, Jamal menyinggung intimidasi terhadap jurnalis dan mengkritik sebagian media Batam yang ia nilai sudah tidak lagi menyuarakan hak publik, melainkan hanya berfungsi sebagai humas Pemerintah Kota Batam. “Mungkin ke depan di Batam sudah tidak ada lagi Media karena sudah menjadi humas,” tuturnya.
Ketua PFI Kepri, Tomy Purniwan, menilai tindakan Menteri Pertanian fatal karena mengabaikan mekanisme etik yang diatur dalam Undang-Undang Pers. “Kalau hal seperti ini dibiarkan, semua jurnalis bisa terancam,” tegasnya.
Pilar Demokrasi
Dari sisi hukum, Ketua LBH-MK Kepri Fauzi menyebut pembungkaman terhadap pers sama saja dengan pembungkaman terhadap demokrasi. “Jurnalis adalah pilar bangsa. Kalau pilar ini dibungkam, maka demokrasi runtuh,” seru Fauzi, menegaskan semua sengketa pers harus diselesaikan melalui Dewan Pers.
Aksi damai ini juga diisi dengan pembentangan poster bertuliskan “Lawan Pembungkaman Pers,” “Solidaritas untuk Tempo,” dan “Kebebasan Pers Harga Mati”.
[kang ajank nurdin]


