TERASBATAM.id – Kejaksaan Negeri (Kejari) Batam terus mendalami kasus dugaan korupsi pengelolaan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari jasa pemanduan dan penundaan kapal di Pelabuhan Batam. Terbaru, Kejari Batam menerima titipan uang pengganti sebesar Rp 2,7 miliar dari terdakwa Sahrul, Direktur PT Segara Catur Perkasa, sehingga total dana yang diamankan dalam kasus ini mencapai Rp 7,05 miliar.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Batam, I Ketut Kresna Dedi, memastikan bahwa dana titipan tersebut akan disimpan dalam rekening khusus kejaksaan dan baru akan disetorkan ke kas negara setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (inkracht). “Kita transparan dan profesional. Uang ini aman di rekening titipan kejaksaan,” ujarnya di Kantor Kejari Batam, Selasa (06/05/2025).
Kasus ini mencuat karena diduga melibatkan dua oknum pejabat publik dari Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Batam serta Badan Pengusahaan (BP) Batam yang kini telah pensiun. Keduanya saat ini berstatus saksi, namun diduga kuat turut bertanggung jawab dalam praktik ilegal yang merugikan negara selama bertahun-tahun.
Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Batam, Tohom Hasiholan, mengungkapkan bahwa kasus ini melibatkan dua korporasi, yaitu PT Pelayaran Kurnia Samudera (periode 2015-2021) dan PT Segara Catur Perkasa (mulai 2021). Kedua perusahaan tersebut diduga menjalankan jasa pemanduan dan penundaan kapal tanpa izin resmi dari Kementerian Perhubungan dan tidak membayar PNBP ke kas negara sesuai ketentuan.
“Mereka beroperasi tanpa izin yang sah dan tidak menyetor PNBP. Ini jelas merugikan negara,” tegas Tohom.
Hingga saat ini, Kejari Batam telah mengamankan total Rp 7,05 miliar uang pengganti dari terdakwa Sahrul melalui tiga kali penitipan. Tohom menegaskan bahwa penitipan ini merupakan itikad baik terdakwa, namun proses hukum akan terus berjalan hingga tuntas.
Lebih lanjut, Tohom menyatakan bahwa pihaknya sedang mendalami keterlibatan dua oknum pejabat dari KSOP dan BP Batam yang diduga aktif dalam praktik penggelapan PNBP ini. Meskipun keduanya telah pensiun dan berstatus saksi, penyelidikan lebih lanjut tengah dilakukan oleh tim dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepulauan Riau. “Ada indikasi keterlibatan secara hukum. Kita tunggu saja perkembangan selanjutnya,” ujarnya tanpa menyebutkan nama kedua pejabat tersebut.
Kasus ini kembali menyoroti lemahnya pengawasan dalam pengelolaan pendapatan negara dari sektor pelabuhan. Praktik penyalahgunaan izin dan penghindaran kewajiban pajak oleh perusahaan swasta, yang diduga dibiarkan oleh oknum aparat pemerintah, menjadi perhatian serius. Publik menanti ketegasan hukum dalam kasus ini, mengingat nilai kerugian negara yang mencapai miliaran rupiah dan melibatkan institusi strategis di Batam.
[kang ajank nurdin]


