TERASBATAM.id- Komisi II DPRD Kota Batam menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) untuk membahas lemahnya pengawasan distribusi gas elpiji 3 kilogram bersubsidi di Batam. Temuan gas elpiji bersubsidi dijual di minimarket seperti Alfamart dan Indomaret menyoroti lemahnya pengawasan oleh pemerintah daerah dan Pertamina.
Anggota Komisi II DPRD Batam, Setya Putra Tarigan, mengungkapkan bahwa ia bersama mahasiswa menemukan gas elpiji 3 kg bersubsidi dijual di sejumlah minimarket. “Ini menunjukkan adanya penyimpangan dalam distribusi gas bersubsidi yang seharusnya hanya ditujukan bagi masyarakat berpenghasilan rendah,” tegas Setya dalam rapat tersebut, Senin (10/2/25).
Setya mempertanyakan peran pemerintah daerah dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) dalam mengawasi distribusi gas bersubsidi. Menurutnya, pengawasan gas elpiji 3 kg seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, namun dalam praktiknya, wewenang tersebut justru diberikan kepada agen sebagai penyalur utama. “Agen itu bukan lembaga, mereka pengusaha. Kalau semua diserahkan ke agen, bukankah ini menjadi monopoli? Artinya ada permainan di sini,” ujarnya.
Selain itu, Setya menyoroti adanya praktik penjualan gas bersubsidi di malam hari menggunakan kendaraan seperti becak untuk disalurkan ke luar area yang seharusnya mendapat subsidi. “Ini membuka celah penyimpangan distribusi, di mana gas subsidi justru dijual ke pihak yang tidak berhak,” tambahnya.
Setya juga mengkritisi biaya perizinan pangkalan gas yang dinilai terlalu mahal. Berdasarkan laporan masyarakat, biaya pengurusan izin pangkalan gas bisa mencapai Rp30 juta hingga Rp35 juta. Namun, ketika ditanyakan mengenai dasar hukumnya, pihak Disperindag tidak bisa memberikan keterangan yang jelas. “Ini yang kita pertanyakan, kenapa biaya pengurusan izin begitu mahal? Apakah memang ada ketentuan resmi? Kalau tidak, maka ini sudah menjadi pungutan liar,” ujar Setya.
Setya juga mengkritisi peran Pertamina yang dinilai hanya fokus pada penyediaan stok tanpa melakukan pengawasan ketat terhadap distribusi gas elpiji 3 kg. Menurutnya, klaim pengawasan harian yang dilakukan Pertamina hanyalah sebatas retorika tanpa tindakan nyata di lapangan.
Menanggapi hal tersebut, Sales Brand Manager Pertamina Rayon II Kepri untuk wilayah Batam, Gilang Hisyam, menyatakan bahwa distribusi gas elpiji 3 kg di Kota Batam tetap terkendali dan stok dalam kondisi aman. “Setiap penyesuaian harga dilakukan berdasarkan ketetapan pemerintah daerah, baik oleh gubernur maupun wali kota,” ujarnya.
Gilang menegaskan bahwa tidak ada keuntungan tambahan bagi agen dan pangkalan akibat perubahan Harga Eceran Tertinggi (HET). “Setiap perubahan HET dikaji secara resmi, dan penyesuaian ini berlaku untuk masyarakat serta agen dan pangkalan sesuai dengan aturan yang ditetapkan,” jelasnya.
Gilang juga menyatakan bahwa Pertamina berupaya maksimal menjaga ketahanan stok gas elpiji 3 kg di seluruh pangkalan di Kota Batam. “Kami sangat terbuka terhadap masukan jika ada wilayah yang membutuhkan pasokan lebih. Masyarakat dapat langsung menghubungi kami atau call center 135 untuk menyampaikan laporan terkait distribusi gas elpiji,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa pada tahun 2024 terdapat peningkatan pasokan gas elpiji 3 kg sebesar 4,86% dibanding tahun sebelumnya. “Kami berusaha memenuhi kebutuhan masyarakat dengan menyesuaikan distribusi dari tahun ke tahun. Pada 2023, distribusi sempat turun sekitar 1%, namun kami tetap berupaya menjaga ketersediaan agar tidak terjadi kelangkaan,” jelas Gilang.
Sebagai langkah lanjutan, DPRD Batam berencana mengadakan pertemuan dengan semua pihak yang terlibat dalam pendistribusian gas bersubsidi 3 kilogram. “Permasalahan di Batam bukan hanya soal kelangkaan, melainkan juga penyaluran gas elpiji 3 kg bersubsidi yang tidak tepat sasaran,” tegas Setya.
Dengan adanya temuan ini, DPRD Batam mendesak pemerintah daerah dan Pertamina untuk memperketat pengawasan distribusi gas elpiji bersubsidi agar tepat sasaran dan tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak berhak.
[kang ajank nurdin]


