Terasbatam.id: Dendeng Batokok Sei Panas, demikian orang-orang menyebutnya, walau kini tempatnya berjualan sudah berpindah-pindah ke lokasi lain. Citarasa dendeng daging sapi dengan tekstur lembut dan bumbu yang meresap tajam, serta pembakaran yang sempurna menyebabkan konsumennya tetap memburunya walau lokasinya berpindah-pindah.
Bermula dari warung sederhana di halaman ruko perumahan Taman Buana Indah, Sei Panas. Masih dengan peralatan sederhana dan ala kadarnya, kursi dan meja untuk pelanggan tidak seragam sebagaimana sebuah warung, ada yang meja makan ada yang meja tulis demikian juga dengan kursinya.
Namun citarasa Dendeng Batokok racikan warung ini belum terlihat ada yang menandingi, hanya beberapa tahun kemudian di lokasi yang sama warung mulai berbenah dari sisi penampilan. Pada saat makan siang tak mudah untuk mendapatkan sepiring nasi disana, bahkan pada pukul 15.00 biasanya sudah tidak ada lagi lauk pauk yang tersisa.
Kemudian Warung ini pindah ke simpang Batu Besar di dekat Bandara Hang Nadim, konsumennya yang sudah terlanjur jadi penikmat memburunya hingga kesana. Namun tak lama berada disana, Dendeng Batokok ini pun kembali ke wilayah kota, karena sebagian besar konsumennya adalah pekerja kantoran di sekitar wilayah Nagoya, Batam Centre dan Sei Panas.
Selain terkenal dengan dendeng batokok dan dendeng kering, lauk pauk yang lain juga cukup menggugah selera, terutama menu lalapan sambal pedas khas padang plus ikan asin. Gulai Kepala Kakap juga termasuk menu favorit disana.
Kini Dendeng Batokok telah menempati dua lokasi berbeda, satu bekas Rumah Makan Lamun Ombak di Sei Panas dan pusatnya di bekas rumah makan padang tertua di Batam, Mak Etek di Kompleks Inti Sakti.
Anto, pemilik Dendeng Batokok, berkepala plontos dan selalu tampil energik menyapa tamu-tamunya mengaku usaha dendeng batokok telah dirintisnya sejak tahun 2002 lalu.
“Sehari bisa sekitar 30 kilogram daging sapi untuk dendeng batokok,” kata Anto.
Anto pun bercerita pernah beberapa pekerja asing dari perusahan Mc Dermott di Batu Ampar memesan dendeng batokoknya untuk dibawa ke Australia dan Amerika.
“Tidak perlu pake pengawet apapun, cukup dikemas dalam tempat dan sampai disana tinggal mereka panasin saja,” kata Anto dengan logat minang yang cukup kental.


Beberapa Pramugari dari Garuda Indonesia dan Citilink kerap terlihat mampir saat mereka singgah ke Batam, terutama pada waktu jam makan siang. Dengan masih menggunakan pakaian seragam pramugari, tanpa sungkan wanita-wanita berparas cantik dengan tubuh langsingnya itu berdesak-desak antri dengan penikmat dendeng batokok yang lain.
Biasanya para pramugari tersebut diantar kendaraan hotel tempat mereka menginap, jarang mereka makan di tempat, hanya pesan untuk dibungkus, namun kehadiran mereka di Dendeng Batokok ini sepertinya bukti bahwa rasanya sudah terkenal hingga ke 35.000 feet dari permukaan laut.
Soal harga jangan khawatir, beda tipis dengan warung padang di pinggir jalan, namun rasanya cukup mewah di lidah. Selamat mencoba.