TERASBATAM.ID – Di batas terluar Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau, terhampar Pulau Combol. Sebuah pulau yang berdekatan langsung dengan Batam, namun justru menghadirkan potret kontras antara keterbatasan infrastruktur dan potensi besar yang belum terjamah. Kehidupan di sini adalah pergulatan harian yang unik, di mana kedekatan dengan Batam menjadi pedang bermata dua: memudahkan akses, sekaligus menyoroti kekurangan di tanah sendiri.
Camat Sugie Besar, Samad Rakaat, S.Sos., M.Si., dalam wawancara pada Senin (21/07/2025), menjelaskan bahwa Pulau Combol membentang seluas 22 kilometer, dihuni lebih dari 1.000 jiwa yang tersebar di Desa Selatmi dan Desa Tanjung Pelanduk. Tak jauh, sekitar 100 meter, terdapat Pulau Citlim, rumah bagi sekitar 600 penduduk Desa Buluh Patah.

Tantangan Ekonomi dan Infrastruktur Dasar
Mayoritas warga Combol mengandalkan hidup dari laut, berprofesi sebagai nelayan. Meski potensi perikanan, seperti budidaya kerapu di Pasir Todak, Desa Selatmi, cukup menjanjikan, investasi industri besar masih nihil di Combol. Kondisi ini berbeda dengan Pulau Citlim yang sudah memiliki perusahaan tambang pasir. Upaya pengembangan rumput laut di Pulau Sugi, tetangga Combol, pun masih terkendala pakan dan terjangan ombak saat musim tertentu.
Listrik menjadi salah satu persoalan krusial. Sebagian besar desa di Pulau Combol, seperti Selatmi dan Tanjung Pelanduk, hanya menikmati listrik selama 14 jam per hari, dari pukul 17.00 hingga 07.00 WIB. Hanya tiga desa di Pulau Sugi (Sugi, Nil Permai, Rawajaya) yang beruntung dengan pasokan listrik 24 jam.
Akses kesehatan pun menjadi ganjalan. Combol memang punya Pusat Kesehatan Pembantu (Pustu) dengan perawat dan bidan. Namun, Puskesmas utama berada di Pulau Sugi, yang berarti warga harus menyeberang. Tak heran, untuk urusan medis yang lebih serius, warga Combol lebih memilih menyeberang ke Batam yang jaraknya jauh lebih dekat.

Jejak Aspal yang Terhenti dan Jalur Menuju Batam
Pengembangan infrastruktur jalan di Combol juga menghadapi hambatan. Proyek pengaspalan jalan sepanjang 28 kilometer yang menghubungkan Desa Selatmi ke Desa Tanjung Pelandu, sedianya dibiayai APBD Karimun, namun kini tertunda akibat keterbatasan anggaran.
“Jalan yang sudah dilebarkan menjadi rusak kembali jika hujan karena belum diaspal penuh,” keluh Samad Rakaat.
Meskipun secara administratif masuk Karimun, denyut nadi transportasi Combol justru lebih condong ke Batam. Layanan kapal reguler jenis pancung dari Combol menuju Segulung, Batam, tersedia satu kali sehari. Perjalanan dengan kapal pribadi hanya butuh setengah jam ke Batam, sementara kapal umum yang singgah di beberapa titik bisa memakan waktu satu jam lebih. Bandingkan dengan perjalanan ke pusat Kabupaten Karimun yang memakan waktu sekitar dua jam lebih. Tak mengherankan, mayoritas warga Combol lebih sering berbelanja dan berobat di Batam, menimbang efisiensi waktu dan biaya.
Surga Tersembunyi Menanti Investor
Di balik segala keterbatasan, Combol menyimpan permata tersembunyi. Samad Rakaat mengungkapkan potensi wisata pantai yang sangat memukau, seperti Pulau Pandan (di depan Pulau Citlim) dan Pulau Sapari (depan Desa Selatmi), dengan hamparan pasir putihnya. Namun, potensi ini masih terganjal anggaran pemerintah dan minimnya investor swasta yang serius masuk, meski daya tariknya sudah banyak dilirik.
Pulau Combol, dengan segala kompleksitasnya, adalah cerminan perjuangan wilayah perbatasan. Sebuah pulau yang bertarung di batas, dengan harapan besar agar potensi alamnya dapat tergali sepenuhnya, membawa asa bagi seribu lebih penduduknya.


