TERASBATAM.ID – Bunga-bunga duka layu di pelataran Rumah Sakit Mutiara Aini, Batu Aji, Batam. Duka mendalam menyelimuti keluarga korban setelah ledakan tragis mengguncang kapal tanker Federal II milik PT ASL Shipyard pada Rabu dini hari (15/10/2025). Insiden yang menewaskan 10 pekerja dan melukai 18 lainnya ini kembali membuka catatan kelam keselamatan kerja di galangan kapal Batam.
Di tengah suasana yang mencekam, Frank, seorang pekerja subkontraktor PT Rotary yang selamat, berbagi kisah pilu. Ia masih terguncang, suaranya tercekat menahan tangis saat ditemui pada Rabu sore.
“Aku pas di atas scaffolding, paling atas. Waktu mau kasih nozzle baru, kawan aku bilang, ‘tunggu dulu, kok panas ini dari bawah’,” kenangnya, matanya menerawang.
Frank berada di bagian atas kapal saat tragedi itu terjadi. Ia merasakan hawa panas tiba-tiba menyergap, sesaat setelah blower angin—alat vital untuk mengeluarkan asap dan panas—di dalam kapal mati. Padahal, tangki tersebut masih berisi sisa minyak mentah, dan para pekerja sedang melakukan aktivitas pemotongan (cutting) yang sangat berpotensi memicu api.
“Tiba-tiba terasa panas, terus meledak dari bawah kami. Aku langsung lompat, naik pakai tangga lari menghindari api,” katanya. Ledakan itu disusul api besar yang membesar di dalam tangki, tempat puluhan rekannya bekerja.
Frank bersyukur lolos dari maut, namun dihantam perasaan bersalah yang luar biasa. “Aku cuma bisa nangis, banyak kawan aku yang masih di dalam,” ujarnya dengan suara terbata-bata.
Bantahan dan Luka Lama
Kesaksian Frank diperkuat oleh pekerja lain yang menepis alasan klise yang kerap dilontarkan manajemen setelah insiden. “Kalau nanti PT ASL bilang ada kebocoran hose (selang industri), itu tidak benar. Hose dicek tim safety dua hari sekali,” tegas seorang pekerja yang enggan disebut namanya. Mereka menyoroti kelalaian prosedur keamanan, terutama matinya blower di tengah kegiatan yang bersentuhan dengan material mudah terbakar.
Tragedi ini merenggut 10 nyawa dan melukai 18 pekerja, empat di antaranya kritis dan dirawat intensif di RS Aini. Korban luka lainnya tersebar di dua rumah sakit lain di Batam. Kunjungan keluarga korban ke rumah sakit diwarnai isak tangis yang tak henti.
Amarah di Gedung Rakyat
Kabar duka dari Tanjung Uncang ini menyelinap ke tengah Rapat Paripurna DPRD Kota Batam, mengguncang ruang perwakilan rakyat. Sekretaris Komisi I DPRD Kota Batam, Mustofa, mengungkapkan rasa kaget, prihatin, sekaligus amarah yang mendidih usai rapat bersama Pemerintah Kota dan Kepala BP Batam.
Menurut Mustofa, tragedi di PT ASL Shipyard bukan sekali ini terjadi, bahkan dengan pola kecelakaan yang serupa. “Ini bukan sekali. Ini sudah berulang. Beberapa bulan lalu juga terjadi hal yang sama, di tempat yang sama. Korbannya saat itu 10 orang, dan sebagian masih dalam perawatan. Ini catatan buruk bagi kota Batam,” tegas politisi PKS Batam ini. Ia merujuk pada insiden sebelumnya tahun ini di kapal tanker MT Federal II yang menewaskan 4 orang dan melukai 5 lainnya.
Mustofa menuding ada keserakahan yang mengabaikan nyawa. “Keteledoran manusia dikejar oleh kapital yang hanya mengejar keuntungan, tanpa memikirkan nyawa dan keselamatan para pekerja,” katanya.
Ia mendesak Pemerintah Kota Batam dan Dinas Tenaga Kerja untuk segera bertindak tegas, tidak sekadar mengimbau, melainkan melakukan pengecekan menyeluruh—mulai dari perizinan, sertifikasi pekerja, hingga standar keselamatan kerja.
Desakan juga ditujukan kepada BP Batam yang kini memegang kendali penuh perizinan kawasan industri. “BP Batam tidak boleh setengah-setengah. Kalau perizinannya diambil, maka pengawasan dan sanksinya juga harus dijalankan. Jangan hanya menerima permohonan, tapi menutup mata terhadap pelanggaran,” kritiknya.
Mustofa mengakui, kewenangan DPRD kini terbatas dan Komisi I seperti “harimau ompong”, hanya bisa mengawasi tanpa bisa menindak langsung. Ia pun mendesak agar insiden ini diusut tuntas.
“Jangan sampai nyawa pekerja selesai di bawah meja. Kami mendesak Pemko, Disnaker, dan BP Batam untuk bertindak tegas dan transparan. Ini soal nyawa manusia,” tutupnya.
[kang ajank nurdin]


