TerasBatam.id: Embun pagi masih terasa sedikit pekat, sepuluh orang perempuan terlihat telah berkumpul di Simpang Ajun, di pinggiran Kota Banda Aceh, mereka sedang bersiap-siap dengan sepeda miliknya untuk menempuh perjalanan ke Aceh Besar dengan jarak tempuh sekitar 35 kilometer pada Minggu (23/05/2021) kemarin.
Dini, Haiva, Pipit, Rita, Yoan, Uci, Lidya, Erlina, Ita dan Ayu, adalah para perempuan cantik yang bersiap-siap mengayuh sepedanya puluhan kilometer tersebut. Sepuluh orang mama cantik (macan) ini sudah lebih dari setahun atau sejak masa darurat pandemic Covid-19 terjadi rutin gowes ke sejumlah destinasi wisata di seputaran kota Banda Aceh hingga Aceh Besar.
Menurut Pipit, salah seorang dari mereka, hobi mengayuh sepeda hingga puluhan kilometer tersebut diawali oleh kejenuhan di masa pandemic Covid-19, saat anak-anak belajar di rumah dengan system daring serta adanya larangan berkumpul menyebabkan para ibu-ibu terbatas melakukan sosialisasi pada masa sebelumnya.
“karena jenuh sering di rumah makanya kita melakukan gowes bareng, untuk imun tubuh juga. Selain itu kan juga jadi trend di seluruh Indonesia. Saya pikir alasannya hampir sama dengan banyak orang di daerah lain ya,” kata Pipit kepada TerasBatam.id.

Saat pertama kali gowes bareng dilakukan, rute yang ditempuh hanya rute-rute pendek di sekitar kediaman mereka, kemudian berangsur menyusuri pinggiran kota Banda Aceh, hingga akhirnya ke spot-spot wisata yang sedang hits seperti pantai dan pegunungan dengan jarak tempuh puluhan kilometer.
“rute paling jauh yang pernah kami tempuh itu ke Pantai Lhokseudu, sekitar 60 kilometer dari Banda Aceh, ada enam tanjakan yang harus dilalui, tapi semuanya berhasil karena semuanya happy,” katanya sambil tertawa kecil.
Selain sebagai ibu rumah tangga, menurut Pipit, sebagian besar juga memiliki pekerjaan dan latar belakang yang berbeda-beda, seperti pengusaha, aparatur sipil Negara (ASN) atau memiliki usaha kecil-kecilan.

“yang pasti seluruhnya sudah berumah-tangga,” kata Pipit yang bersuamikan seorang dokter.
Sepeda yang digunakan mereka beragam, road bike atau pun sepeda lipat (seli) tidak menjadi keharusan, semuanya diberi kebebasan untuk menentukan pilihan sepeda yang nyaman digunakan.
Sudah mahfum jika para goweser selain mengunjungi hot spot yang menarik di mata juga diikuti dengan hobi kuliner, demikian juga dengan komunitas sepeda ini, hampir di banyak tempat kuliner telah mereka jajal, bahkan proses pemilihan tempat makan menjadi hal yang rumit, karena selain lidah mereka yang selektif, kemampuan memasak mereka juga menjadi standart dalam menentukan tempat makan.
“sepedaan, photo-photo dan makan satu paket tuh,” Lidya.


