TERASBATAM.id – Mantan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Komjen Pol (Purn) Anang Iskandar, menilai banyak putusan pengadilan dalam kasus penyalahgunaan narkotika yang mengandung malpraktik. Hal ini mengakibatkan penyalah guna dihukum pidana, penjara, terjadi over capacity di lembaga pemasyarakatan (lapas), serta menimbulkan riwayat kriminal buruk bagi penyalah guna.
Anang Iskandar menjelaskan, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan sumber hukumnya, yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1976 tentang Pengesahan Konvensi Tunggal Narkotika beserta protokol yang mengubahnya, menyatakan bahwa hukuman bagi penyalah guna adalah rehabilitasi.
“Rehabilitasi adalah hukuman alternatif (pengganti hukuman pidana) dalam perundang-undangan narkotika Indonesia,” ujar Anang Iskandar, Jumat (21/03/2025).
Menurut Anang, hakim diberi kewenangan memutus hukuman rehabilitasi jika terbukti bersalah dan menetapkan menjalani rehabilitasi jika tidak terbukti bersalah. Selama proses pengadilan, hakim wajib memperhatikan status penyalah guna atas bantuan ahli. Jika penyalah guna berpredikat sebagai pecandu, hakim wajib memutus yang bersangkutan menjalani rehabilitasi.
“Kalau faktanya, penyalah guna narkotika dalam proses pengadilan didakwa sebagai pengedar dan dijatuhi hukuman penjara yang mengakibatkan lapas over capacity dan riwayat kriminal buruk, apakah itu bukan malpraktik putusan pengadilan? Yes! Itu kesalahan proses pengadilan dan penjatuhan hukumannya yang tidak berdasarkan perundang-undangan narkotika, tetapi berdasarkan perundang-undangan pidana,” tegas Anang.
Anang mencontohkan kasus-kasus selebritas yang berulang kali dipenjara karena penyalahgunaan narkoba. “Mereka berhak sembuh dari sakit yang dideritanya atas putusan hakim, bukan dipenjara berkali-kali biar kapok,” katanya.


