TERASBATAM.ID – Jalannya persidangan kasus penganiayaan Pekerja Rumah Tangga (ART) asal Nusa Tenggara Timur (NTT) Intan Tuwa Negu (22) kembali disorot. Romo Chrisanctus Paschalis Saturnus, atau Romo Paschal, seorang pastor Katolik sekaligus pendamping korban, melayangkan kritik keras terhadap majelis hakim yang dinilai kurang memiliki empati terhadap kondisi psikologis korban.
Wawancara dengan Romo Paschal, yang juga dikenal sebagai Ketua Komisi Keadilan, Perdamaian, dan Pastoral Migran Perantau (KKPMP) Keuskupan Pangkal Pinang, dilakukan di Pengadilan Negeri (PN) Batam, Kamis (06/11/2025), di sela-sela persidangan.
Romo Paschal menegaskan, kekerasan yang dilakukan oleh terdakwa Roslina dan Merlin terhadap Intan adalah fakta yang jelas dan terbukti di persidangan, bukan sekadar asumsi atau hayalan.
Kritik Pertanyaan Berulang Hakim
Kritik utama Romo Paschal tertuju pada pertanyaan majelis hakim yang diulang-ulang kepada korban.
“Kami agak sedikit kecewa dengan pertanyaan Hakim yang berulang-ulang terkait tadi ‘kenapa kamu enggak lari, kenapa kamu enggak lari’ dan itu diulang sampai menurut saya lebih dari lima kali,” ujar Romo Paschal.
Menurutnya, pertanyaan seperti itu menunjukkan ketidakpahaman majelis hakim tentang struktur kekerasan. Romo Paschal menjelaskan, korban kekerasan berulang seperti Intan pasti akan berada pada fase mute (tidak bisa melakukan apapun). Kondisi ini sebenarnya sudah tercantum dalam surat keterangan pemeriksaan psikologis yang diajukan ke persidangan.
“Seharusnya itu memperkuat [sikap] sebenarnya dalam mempertanyakan sesuatu pun hakim juga menjunjung tinggi psikis dari korban,” tegasnya.
Korban Alami Trauma Berat
Romo Paschal menekankan bahwa sejak awal hingga kini, Intan masih didampingi oleh psikolog di Shelter St. Theresia di Sekupang, Batam. Berdasarkan rekomendasi psikolog, Intan pasti akan mengalami trauma berulang (trigger).
“Misalnya dia tidak boleh mendengar kekerasan. Kayak teriakan tadi itu enggak bisa dia. Dia akan trigger lagi,” jelas Romo Paschal, seraya berharap hal ini menjadi perhatian majelis hakim dan pihak berkepentingan.
Romo Paschal menyatakan tetap percaya pada kredibilitas pengadilan dan mendukung proses hukum hingga tuntas. Namun, ia telah menyurati Komisi Yudisial, Mahkamah Agung, Jaksa Agung, dan Komisi Kejaksaan untuk memantau kasus ini.
“Ini bukan hanya soal keadilan, ini soal kemanusiaan. Ini momentum sebuah negara hadir untuk menunjukkan keberpihakan kepada korban dan juga terutama kepada mereka… para pekerja rumah tangga,” pungkasnya.
Kasus ini mencuat setelah kondisi Intan viral di media sosial. Berdasarkan visum, Intan menderita luka memar, lecet, dan bengkak di hampir seluruh tubuh, bibir bawah robek, serta mengalami anemia akibat kekerasan benda tumpul.
Kekejaman yang dialami Intan sangat sadis:
- Penyiksaan oleh majikan, Roslina, berlangsung sejak Desember 2024, disusul oleh sepupu korban, Merliyati Louru Peda, sejak Mei 2025.
- Bentuk penyiksaan termasuk pukulan, tendangan, jambakan rambut, hingga disetrum dengan raket nyamuk.
- Intan bahkan mengaku dipaksa memakan kotoran anjing dan minum air kloset. Korban hanya diberi makan nasi basi dengan garam dan tidur di lantai atau kamar mandi.
[kang ajank nurdin]


